Pages

Friday, 16 October 2015

PANDUAN MENGENAL DIRI (Bah.Akhir)

Selanjutnya, betapa keadaan roh yang manusia yang berakal itu yang sarat dan penuh dengan keajaiban-keajaiban pengetahuan mahupun kekuatan. Dengan itu semua ia menguasai kemahiran dan pengetahuan, ia boleh mengembara dari bumi ke sepantas kilat, dan mampu memeta dan mengukur jarak antara bintang. Dengan itu juga ia mampu menangkap ikan dari lautan dan burung-burung dari udara, serta bisa menundukkan binatang-binatang seperti gajah, unta dan kuda.

Pancainderanya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap ke dunia luar. Tetapi ajaib dari semuanya ini, hatinya memiliki jendela yang terbuka ke arah dunia ruh yang ghaib dari mata kasar. Dalam keadaan tertidur, ketika saluran inderanya tertutup, jendela ini terbuka dan ia menerima kesan-kesan dari dunia alam ghaib. Kadang-kadang ia mampu dapatkan isyarat tentang masa depan.

Hatinya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu yang tergambar di dalam Lauhul-mahfuzh. Tapi, bahkan dalam keadaan tidur, fikiran-fikiran akan segala sesuatu yang bersifat keduniaan akan menyuramkan cermin ini, sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Meskipun demikian setelah datang kematian pun, fikiran-fikiran seperti itu lenyap dan segala sesuatu tampak dalam hakikat sejelas-jelasnya. Dan firman di dalam al-Qur’an pun menyatakan: “Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu amat tajam.”

Membuka sebuah jendela di dalam hati yang mengarah kepada yang ghaib ini juga terjadi di dalam keadaan-keadaan yang mendekati ilham kenabian, yakni ketika intuisi timbul di dalam fikiran – tanpa melalui saluran-indera apa pun. Makin seseorang memurnikan dirinya dari syahwat-syahwat badani dan memusatkan fikirannya pada Allah, akan makin pekalah ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang-orang yang tidak sedar akan hal ini tidak punya hak untuk menyangkal hakikatnya.

Intuisi-intuisi(ilham) seperti itu tidak pula terbatas hanya pada tingkatan kenabian saja. Sebagaimana juga besi, dengan menggilapnya secukupnya, ia akan dapat dijelmakan menjadi sebuah cermin. Jadi, dengan disiplin yang memadai, fikiran siapa pun boleh dijadikan mampu menerima kesan-kesan seperti itu. Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau berkata: “Setiap anak lahir dengan suatu fitrah (untuk menjadi muslim); orang tuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.” Setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, mendengar pertanyaan “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” dan menjawab “Ya”.

Tetapi ada hati yang menyerupai cermin yang telah sedemikian dikotori oleh karat dan kotoran sehingga tidak lagi memberikan pantulan-pantulan yang jernih. Sementara hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga mempunyai nafsu seperti kita, sangat peka terhadap segenap kesan-kesan ilahiah.

Bukan hanya dengan akal pengetahuan capaian dan intuitif saja jiwa manusia boleh menempati tingkatan paling utama di antara makhluk-makhluk lain, tetapi juga dengan kekuatan roh.

Sebagaimana malaikat-malaikat berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam, demikian jugalah jiwa mengatur anggota-anggota badan. Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan kekuatan khusus, tidak saja mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika mereka ingin agar seseorang yang sakit untuk sembuh, maka si sakit pun akan sembuh, atau menginginkan seseorang yang sihat agar jatuh sakit, maka sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, maka datanglah orang itu kepadanya. Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai mukjizat dan sihir. Jiwa ini berbeza dari orang biasa dalam tiga hal:

1. Yang hanya dilihat oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihat pada saat-saat jaga.

2. Sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka saja, namun roh  ini, dengan kekuatan kehendaknya, boleh pula menggerakan jasad-jasad orang lain.

3. Pengetahuan yang orang lain peroleh dengan belajar secara sungguh-sungguh, sedang dia peroleh melalui ilham.

Tentunya bukan hanya tiga tanda ini sajalah yang membezakan mereka dari orang-orang biasa, tetapi hanya ketiganya itulah yang dapat kita ketahui. Sebagaimana halnya, tidak ada sesuatu pun yang mengetahui sifat-sifat Tuhan yang sebenarnya, kecuali Tuhan sendiri, maka tak ada seorang pun yang mengetahui sifat sebenarnya seorang Nabi, kecuali seorang Nabi.

Hal ini tak perlu kita hairankan, sama halnya dengan di dalam peristiwa sehari-hari kita melihat betapa susahnya untuk menerangkan keindahan makna-makna puisi pada seseorang yang tidak peka terhadap syair dan puisi, atau menjelaskan keindahan warna kepada seseorang yang sama sekali buta.

Di samping ketidakmampuan, ada juga hambatan-hambatan lain di dalam mencapai puncak kebenaran ruhaniah. Salah satu di antaranya adalah pengetahuan yang dicapai secara luar(eksternal & konvensional). Sebagai misal, hati boleh digambarkan sebagai perigi dan pancaindera sebagai lima aliran yang dengan terus-menerus membawa air ke dalamnya.

Agar dapat menemukan kandungan hati yang sebenarnya, maka aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat dengan cara apa pun dan sampah yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari perigi itu. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, pada saat itu mesti kita buang pengetahuan yang telah dicapai dengan proses-proses luaran(belajar,membaca,dsb) dan yang sering sekali membeku dan kaku menjadi prasangka dogmatik.

Kesalahan dari jenis lain, berlawanan dengan itu, dibuat oleh orang-orang yang singkat ilmunya – dengan menggemakan beberapa ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru Sufi – ke sana ke mari menyebarkan kutukan terhadap semua pengetahuan mereka. Ia bagaikan seseorang yang tidak mahir di bidang kimia menyebarkan ucapan: “Kimia lebih baik dari emas,” dan menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tapi para ahli kimia sejati amatlah sukar ditemui, demikian pula Sufi-sufi sejati. Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang baru mencuba beberapa percubaan ujikaji kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya.

Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahawa kebahagiaan memang berkait dengan pengetahuan tentang mengenal Allah. Setiap kekuatan dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Syahwat senang memuaskan nafsu, kemarahan senang membalas dendam, mata senang melihat objek-objek yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara yang merdu.

Fungsi tertinggi jiwa(roh)manusia adalah pencerapan kebenaran, kerana itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan tersendiri. Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga mengandung kebaikan. Dan makin tinggi tahap pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian akrab dengannya sehingga berkongsi soal-soal rahsia dengannya.

Seorang ahli astronomi yang dengan pengetahuannya mampu memetakan bintang-bintang dan menghuraikan lintasan-lintasannya, akan merasa lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain catur. Setelah mengetahui bahawa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa akan besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang-Nya itu!

Orang yang telah kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seorang yang telah kehilangan seleranya terhadap makanan sihat, atau yang untuk hidupnya lebih menyukai makan tansh liat daripada roti. Semua nafsu badani musnah pada saat kematian bersamaan dengan kematian organ-organ yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa tidak. Ia menyimpan segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah semakin bertambah.

Suatu bahagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan pada kita kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasan-Nya, DIA mencipta kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari hanya suatu titisan air mani.

Kebijaksanaan-Nya terungkap di dalam kerumitan jasad kita serta kemampuan bahagian-bahagiannya untuk saling harmoni, DIA perlihatkan cinta-Nya dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ yang memang mutlak perlu bagi anggota-anggota asasi – seperti hati, jantung dan otak – tetapi juga yang tidak mutlak  – seperti tangan, kaki, lidan dan mata. Kepada semuanya ini telah DIA tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut, merahnya bibir dan melengkungnya bulu mata.

Manusia dengan tepat disebut sebagi ‘alam saghir’ atau jasad-kecil di dalam dirinya(mikrokosmik). Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang-orang yang ingin menjadi doktor, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa di dalam sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan pada kita lebih banyak tentang kegeniusan pengarangnya.

Di atas semua itu, pengetahuan tentang jiwa/roh memainkan peranan yang lebih penting dalam membimbing ke arah pengetahuan tentang Tuhan berbanding pengetauhan tentang jasad kita dan fungsi-fungsinya. Jasad boleh diperbandingkan dengan seekor kuda dan jiwa sebagai penunggangnya.

Jasad diciptakan untuk roh dan roh untuk jasad. Jika seorang manusia tidak mengetahui rohnya sendiri – yang merupakan sesuatu yang paling dekat dengannya – maka apa erti dakwaannya bahawa dia telah mengetahui hal-hal lain. Kalau demikian, dia bagaikan seorang pengemis yang tidak memiliki persediaan makanan, lalu mendakwa telah memberi makan seluruh penduduk kota.

Dalam bab ini kita telah berusaha sampai tingkat tertentu untuk memaparkan kebesaran jiwa manusia. Seseorang yang mengabaikannya dan menodainya dengan karat atau memerosotkannya, pasti menjadi pihak yang kalah di dunia ini dan rugi di alam mendatang.

Kehebatan manusia yang sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk terus-menerus meraih kemajuan. Jika tidak, di dalam ruang dunia sementara  ini, ia akan menjadi makhluk yang paling lemah di antara segalanya – takluk oleh kelaparan, kehausan, panas, dingin dan penderitaan. Sesuatu yang paling ia senangi sering merupakan sesuatu yang paling berbahaya baginya. Dan sesuatu yang menguntungkannya tidak dapat ia peroleh kecuali dengan kesusahan dan kesulitan.

Mengenai akalnya, sekadar suatu kekacauan kecil saja di dalam otaknya sudah cukup untuk memusnahkan atau membuatnya gila. Sedangkan mengenai kekuatannya, sekadar gigitan nyamuk saja sudah boleh mengganggu rasa santai dan tidurnya. Mengenai tabiatnya, dia sudah akan gelisah hanya dengan kehilangan satu ringgit saja. Dan tentang kecantikannya, ia hanya sedikit lebih cantik daripada benda-benda memuakkan yang diselubungi dengan kulit halus. Jika tidak sering dicuci, ia akan menjadi sangat menjijikkan dan memalukan.

Sebenarnyalah manusia di dunia ini sungguh amat lemah dan hina dina. Hanya di dalam kehidupan yang akan datang sajalah ia akan mempunyai nilai, jika dengan disiplin diri  “kimia kebahagiaan” tersebut ia meningkat dari tingkat haiwan ke tingkat malaikat. Jika tidak, maka keadaannya akan menjadi lebih buruk dari orang-orang biadab yang pasti musnah dan menjadi debu. Perlu baginya untuk – bersamaan dengan timbulnya kesedaran akan keunggulannya sebagai makhluk terbaik – belajar mengetahui juga ketidakupayaan dan kelemahannya, kerana hal ini juga merupakan salah satu kunci kepada pengetahuan tentang Tuhan.

(Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Kimia Kebahagiaan)

Sumber : Ustaz Iqbal Zain

No comments:

Post a Comment