Adapun akan kenyataan keramat wali Allaha yang delapan itu pertama2 keramat Sunan Ratu di Giri itu lima perkata yang nyata pada penglihat orang yang banyak. Pertama2 batu itu di jadikannya gajah maka batu itu menderum lalu berdiri menjadi gajah. Kemudian maka katanya pula yang batu itu kembali kepada asalnya batu yang gajah itu kembali kepada asalnya gajah. Kemudian maka gajah batu itupun menjadi batu pula maka sampailah sekarang ini batu itu rupanya seperti gajah.
Dan kedua perkara keramatnya Sunan Ratu itu berangitkan andung tebuan dan ketiga keramatnya Sunan Ratu itu tatkala anaknya hendak memakai gelang emas kepada waktu hari raya. Maka anaknya pun menangis terlalu amat sangat tangisnya maka di ambilnya oleh Sunan Ratu anaknya itu lalu di dukungnya. Kemudian maka di ambilnya batang ubi lalu di lingkarkannya kepada lengan anaknya dua lingkar sebelah maka katanya kepada anaknya “Diamlah engkau inilah gelang emas kepada lenganmu” kemudian maka batang ubi itupun menjadi emas maka kanak2 itupun terlalu sukacita. Setelah habis hari raya maka kata Sunan Ratu yang batang ubi itu asalnya kembali kepada batang ubi juga. Adapun jikalau emas asalnya kembali kepada emas juga maka batang ubi yang menjadi gelang emas itupun kembali kepada batang ubi pula.
Dan keempat perkara keramatnya Sunan Ratu itu tiada boleh ia salam dahulu oleh orang melainkan ia jua memberi salam dahulu daripada orang yang datang itu dan jikalau orang itu tiada di lihatnya datangnya dari belakangnya melainkan ia juga memberi salam dahulu daripada orang itu. Dan kelima perkara keramatnya Sunan Ratu itu kerisnya yang bernama Si Kala Muyang itu di suruhnya membunuh raja Majapahit. Maka keris itu pun tercabut sendiri daripada sarungnya lalu ia melayang pergi ke Majapahit lalu ia masuk ke dalam tempat tidurnya raja Majapahit. Maka kepada ketika itu raja Majapahit pun lagi duduk di dalam tempatnya tidur maka Si Kala Muyang pun datang menikam dada raja Majapahit maka raja Majapahit pun matilah di dalam tempat tidurnya. Maka Si Kala Muyang pun pulanglah ke Giri lalu ia terhantar di hadapan Sunan Ratu dengan berlumur2 darah maka Sunan Ratu pun mengucap Al Hamada Lalaha itulah keramatnya Sunan Ratu Giri itu.
Adapun akan Sunan Bunang itu keramatnya yang nyata kepada yang banyak hanyalah dua perkara. Seperkara tatkala Sunan itu mandi di sungai hampir kepada permandian orang maka tiap2 hari Sunan Bunang itu mandi. Maka melihat kemaluan perempuan juga kerana hampir permandiannya itu dengan permandian perempuan. Maka kepada sekali waktu Sunan Bunang itu mandi maka ia melihat kemaluan perempuan kemudian maka kemaluannya pun berdiri maka lalu di ambilnya pisau maka lalu di keratnya kemaluannya sendiri maka katanya “Sebab engkau maka aku terlindung kepada Allaha”.
Dan kedua perkara keramatnya Sunan Bunang itu maka kepada sekali waktu ia terlalu amat ghorib kepada Allaha maka ada kepada ketika itu ada bangkai kerbau laki2 terlalu amat besar. Maka oleh Sunan Bunang di belahnya perutnya kerbau itu lalu di buangnya isinya maka ia masuk ke dalam perut kerbau itu lalu di jahitnya pula baik2. Kemudian maka bangkai kerbau itupun hanyutlah di pukul ombak kesana kemari maka sampailah tiga bulan lamanya Sunan Bunang itu di dalam laut maka lalu ia terdampar di tepi laut Bunang.
Setelah orang Bunang melihat bangkai kerbau terdampar di tepi pantai bahunya terlalu amat harum maka sekelian orang pun datanglah membelah perut kerbau itu. Setelah sudah belah maka di lihatnya ada orang seorang di dalam perut kerbau itu maka Sunan Bunang pun keluarlah di dalam perut kerbau itu. Maka sebab itulah maka di namai negeri itu Bunang ertinya kerbau laki2 kemudian maka Sunan Bunang pun duduklah di dalam negeri Bunang demikianlah keramatnya Sunan Bunang.
Adapun keramatnya Sunan Kali Jaga itu dua perkara juga pertama2 tatkala ia bertapa di pulau Upih tanah Melaka itu maka bertemu dengan gajah lalu di tangkapnya Sunan Kali Jaga itu di lambung2kannya ke udara serta di sambutnya dengan gadingnya daripada pagi2 hari sampai kepada waktu Asar yang demikian itu. Setelah gajah itu melihat Sunan Kali Jaga seperti bayang2 tiada berasa kepada gadingnya maka gajah itupun sujudlah kepada Sunan Kali Jaga. Dan kedua perkara keramatnya Sunan Kali Jaga itu tatkala ia melakukan maksiat maka ia duduklah di jalan besar maka Sunan Ampel bersama2 dengan Si Jabang Baya kepada tempat Si Jaga.
Setelah Si Jaga melihat dua orang fakir berjalan itu maka Si Jaga pun segeralah pergi mendapatkan fakir itu. Setelah sudah ia bertemu maka kata Si Jaga “Hai fakir hendak kemana engkau pergi” maka kata Si Jaga “Jikalau engkau hendak pergi bermain2 hendaklah engkau keluarkan sekanmu dan bajumu” maka kata Sunan Ampel “Tiadalah patut sekali2 aku mengeluarlan sekanku dan bajuku ini”. Setelah Si Jaga mendengar kata Sunan Ampel itu maka iapun marah maka lalu di tangkapnya Sunan Ampel itu oleh Si Jaga tiadalah dapat seperti menangkap bayang2 juga.
Setelah sudah lelahlah Si Jaga itu maka Sunan Ampel “Hai Jaga engkau hendak perbuat apakah sekanku dan bajuku ini” maka kata Si Jaga kepada Sunan Ampel “Aku hendak jualkan aku belikan makan makanan”. Maka kata Sunan Ampel kepada Jaga “Jikalau demikian kehendakmu panjatlah olehmu pohon lontar ini maka belikan kepada makanan sampai anak cucumu tiada boleh habis”. Kemudian maka kata Si Jaga “Sungguhkah katamu ini hai fakir” maka kata Sunan Ampel “Sungguhlah kata hamba ini”. Kemudian maka Si Jaga pun naiklah ke atas pohon lontar itu serta mengambil buahnya lalu di belahnya maka di dalam buah itu berisi emas dan permata.
Maka Si Jaga pun fikirlah di dalam hatinya “Adapun akan buah lontar ini selama2nya sudah kumakan maka tiada ia menjadi emas. Maka baharu sekarang ada fakir ini maka ia menjadi emas dan jikalau demikian baiklah aku pinta kepada fakir ini yang menjadikan emas itu kepadanya”. Setelah sudah Si Jaga berfikir demikian itu maka kata Si Jaga kepada Sunan Ampel “Adapun akan emas ini tiadalah aku mahu. Adapun yang aku pinta kepadamu itu yang menjadikan emas ini”. Maka kata Sunan Ampel kepada Si Jaga “Sungguhkah engkau hendak menuntuti yang menjadikan emas ini” maka kata Si Jaga “Sungguhlah”.
Kemudian maka kata Sunan Ampel kepada Si Jaga “Jikalau demikian katamu tunggulah tongkatku ini dahulu kerana aku hendak pulang bangat ke Surabaya dan jikalau sudah kelak berdaun tongkat ini maka datanglah aku kepadamu menunjukkan yang membuat emas itu”. Maka kata Si Jaga “Baiklah tuanku” kemudian maka Sunan Ampel pun pulanglah ke Surabaya. Adapun akan Si Jaga itu tinggallah ia menunggui tongkat Sunan Ampel itu berapa tahun lamanya sampailah tubuhnya Si Jaga itu di lilit akar tiada makan dan tiada tidur daripada menunggui tongkat itu maka dengan takdir Allaha tongkat itupun berdaunlah.
Kemudian daripada itu Sunan Ampel kepada ketika duduk mengajar mengaji maka ia tersedarkan Si Jaga itu “Marilah kita lihat” maka kata Si Jabang Baya “Baiklah ya tuanku” maka Sunan Ampel pun berjalanlah di iringkan oleh Si Jabang Baya. Setelah sampailah Sunan Ampel kepada tempat Si Jaga itu maka di lihatnya oleh Sunan Ampel padang yang luas itu telah menjadi rimbalah. Maka Sunan Ampel pun melihat kekanan dan kekiri maka di lihatnya Si Jaga itu duduk tubuhnya di palit akar sehingga kepalanya juga yang kelihatan. Maka Sunan Ampel pun memberi salam kepada Si Jaga itu maka segera di sahutnya salam Sunan Ampel itu.
Setelah Si Jaga menjawab salam Sunan Ampel itu maka sekelian akar yang melilit kepada tubuhnya Si Jaga itupun habislah putus2 maka Si Jaga pun pergilah berjabat tangan dengan Sunan Ampel. Setelah sudah ia berjabat tangan maka kata Si Jaga kepada Sunan Ampel “Ya tuanku manatah yang menjadikan emas itu tunjukkanlah kepada hamba tuanku manatah yang hamba pinta”. Maka kata Sunan Ampel kepada Si Jaga “Hai Jaga jikalau engkau hendak mengetahui yang menjadikan emas itu. Katalah olehmu Ashahada Ana Laa Alaha Alaa Allaha Wa Ashahada Ana Mahamada Rosawala Allaha” kemudian maka Si Jaga pun mengucap shahadatlah ia.
Setelah itu maka kata Sunan Ampel “Hai Jaga lihat olehmu telunjukku ini” kemudian maka telunjuk Sunan Ampel pun di dirikannya. Maka Si Jaga pun melihat telunjuk Sunan Ampel maka iapun sujudlah kepada kaki Sunan Ampel serta ia mengatakan “Telah masuklah kepada hati hamba tuanku ini” kemudian maka Sunan Ampel dan Si Jabang Baya dan Si Jaga pun berjalanlah pulang ke Ampel. Setelah sampai ke Ampel maka Si Jaga pun mengajilah kepada Sunan Ampel. Setelah sudah ia mengaji lalu ia pergi bertapa ke pulau Upih demikianlah keramatnya Sunan Kali Jaga.
Adapun akan keramatnya Sunan Cirebon itu sekali2 tiada ia memandang kepada yang lain hanya Allaha juga kepada pandangnya. Demi malam hari dan demi kepada siang hari pun melainkan Allaha juga kepada pandangnya. Adapun akan keramatnya Sheikh Lemahbang itu seperkara juga pertama2 tatkala ia gholib kepada Allaha maka daripada sangat gholibnya kepada Allaha maka keluar daripada lidahnya mengatakan A’yana Al Haqo2 ertinya aku Allaha2. Maka takala kedengaranlah kepada Sunan Ratu Giri maka di bunuhnya Sheikh Lemahbang itu oleh Sunan Ratu di hadapan wali Allaha yang ketujuh. Maka tatkala ia di tikam maka darahnya pun mengalir di tanah serta berkata darah itu A’yana Al Haqo2 demikianlah keramatnya Sheikh Lemahbang itu telah sampailah kepadanya.
Adapun akan keramatnya Sheikh Bandung dan Pengiran Mejagang itu sekali2 tiada di pandangnya kepada yang lain hanya Allaha juga semata2 sampai kepada matinya demikianlah keramatnya. Adapun akan Pengiran Kekashang itu keramatnya tatkala ia sudah mati maka segala kayu kayuan yang hampir kepada kuburnya itu semuanya itu habis condong keluar segala tiada ada yang condong masuk kepada zirat itu demikianlah keramatnya Pengiran Kekashang itu.
Adapun akan wali Allaha itu setelah sudah ia mengaji kepada Sunan Mahdum di Ampel maka oleh Sunan Mahdum akan wali Allaha yang delapan orang itupun masing2 di dudukkannya kepada tempatnya. Adapun akan Si Jabang Baya itu di dudukkannya di Giri maka di namainya Sunan Ratu. Adapun akan Sunan Bunang di dudukkannya di Bunang. Adapun akan Sunan Cirebon itu maka di dudukkanya oleh Sunan Mahdum ia di Cirebon maka di namainya Sunan Cirebon. Adapun akan Sheikh Lemahbang itu tiada di beri tempat oleh Sunan Mahdum mana kehendak hatinya juga di sanalah ia diam.
Adapun akan Sheikh Bandung itu maka di dudukkannya oleh Sunan Mahdum di Bandung maka di namai ia Sheikh Bandung. Adapun akan Pengiran Mejagang itu di dudukkannya oleh Sunan Mahdum akan dia itu di desa Mejagang maka di namainya akan dia itu Pengiran Mejagang. Adapun akan Pengiran Gemasang itu di dudukkannya oleh Sunan Mahdum ia di Gemasang maka di namai akan dia Pengiran Gemasang. Adapun akan wasiat Sunan Mahdum kepada segala anak muridnya yang delapan orang itu adapaun jikalau aku kelak sudah mati Sunan Ratu itulah akan wakilku”. Setelah berapa tahun antaranya maka Sunan Mahdum pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka iapun di kuburkan di Ampel.
Setelah sudah Sunan Mahdum itu kembali ke rahmat Allaha Taa’alaya maka Sunan Ratu pun beristerilah di Bungkal nama negerinya. Adapun akan Bungkal itu anak negeri Surabaya. Setelah sudah ia beristeri maka Sunan Ratu pun kembalilah ke Giri menjadi raja. Maka berapa lamanya ia diam di Giri itu maka banyaklah orang Jawa yang di masukkannya agama Asalama maka mahsyurlah Sunan Ratu itu menjadi raja di Giri maka tiadalah Sunan Ratu itu mahu mengadap ke Majapahit. Maka terdengarlah khabar itu ke Majapahit kepada Beruya Jaya maka Beruya Jaya pun terlalu amat marah kepada Sunan Ratu.
Maka Beruya Jaya pun menyuruh memanggil patih Gajah Muda maka patih Gajah Muda pun datanglah mengadap Beruya Jaya maka Beruya Jaya pun berkata kepada patih Gajah Muda “Hai patih suruhkanlah rakyat kita ini pergi perang ke Giri kerana Giri itu sudah membalik menjadi raja sendiri”. Setelah patih Gajah Muda mendengar titah Beruya Jaya demikian itu maka patih Gajah Muda pun bermohonlah keluar ke paseban lalu menyuruh mengimpunkan segala rakyat. Setelah sudah ia berhimpun maka patih Gajah Muda pun masuk mengadap Beruya Jaya maka sembah patih Gajah Muda “Tuanku sudahlah berhimpun segala rakyat itu”.
Maka kata Beruya Jaya kepada patih Gajah Muda “Suruhkanlah empat orang menteri pergi melanggar ke Giri” maka patih Gajah Muda pun keluar ke paseban lalu menyuruh empat orang menteri yang tua2 akan membawa rakyat yang tujuh ribu itu. Setelah sudah maka menteri yang empat orang itupun berjalanlah dengan rakyat yang tujuh ribu itu. Setelah sampailah ia ke Giri maka lalulah ia berperang dengan orang Giri maka tewaslah perangnya orang Giri itu maka sekeliannya naik ke masjid. Maka kepada tatkala itu Sunan Ratu pun ada di masjid dengan segala sahabatnya kemudian maka Sunan Ratu melihat hal yang demikian itu maka Sunan Ratu pun minta doa kepada Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya. Maka dengan seketika itu juga Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya menurunkah andung tebuan menyengati rakyat raja Majapahit.
Setelah menteri yang keempat itu melihat hal yang demikian itu maka iapun larilah dengan rakyat yang tujuh ribu itu maka andung tebuan pun mengikut menyengati dari belakang maka makin sangat larinya rakyat Majapahit itu. Setelah menteri yang keempat itu datang ke Majapahit maka iapun masuk mengadap raja Majapahit di bawa oleh patih Gajah Muda. Setelah Beruya Jaya melihat patih Gajah Muda itu serta menteri yang keempat itu maka Beruya Jaya pun segera menegur patih Gajah Muda katanya “Marilah kakang segeranya menteri yang keempat ini datang manatah tawanan dan jarahan di Giri” maka sembah patih Gajah Muda “Tuanku jangankan boleh tawanan dan jarahan hamba tuanku yang empat orang ini dan rakyat tuanku yang tujuh ribu itu sekeliannya habis bengkak2 mukanya dan tubuhnya di sengat oleh andang tebuan”.
Setelah Beruya Jaya mendengar kata patih Gajah Muda demikian itu maka Beruya Jaya pun terlalu amat marah maka kata Beruya Jaya kepada patih Gajah Muda “Hai patih kerahkanlah rakyat Majapahit itu dan suruhlah segala Perabu Pati itu himpunkanlah kepada esok harinya aku keluar ke paseban agung” maka patih Gajah Muda pun keluar mengimpunkan segala rakyat sekelian dan Perabu Pati. Maka kepada keesokkan harinya maka Beruya Jaya pun keluarlah di hadap oleh segala Perabu Pati dan rakyat sekelian.
Maka titah Beruya Jaya kepada patih Gajah Muda “Hai patih Gajah Muda kerahkanlah segala rakyat kita sekelian berjalan dan segala Perabu Pati semuanya itu suruh pergi dan kata kepadanya “Sekali2 jangan ia kembali lamun tiada kalah Giri itu dan jika tiada terbawa kepalanya Sunan Ratu itu kemari””. Maka patih Gajah Muda pun menyampaikan segala titah Beruya Jaya kepada sekelian rakyat istimewa kepada segala Perabu Pati itu. Setelah sudah patih Gajah Muda menyampaikan titah Beruya Jaya itu maka segala Perabu Pati pun menyembah kepada Beruya Jaya dan berpeluk bercium dengan patih Gajah Muda lalu ia berjalan di iringkan oleh segala rakyat yang seketi sembilan ribu tujuh ratus.
Maka berapa hari lamanya ia di jalan maka segala Perabu Pati pun sampailah ke Giri lalu ia perang dengan orang Giri seketika perang maka sekelian orang Giri pun larilah masuk ke masjid. Adapun kepada ketika itu Sunan Ratu pun ada duduk dalam masjid bersama2 dengan khotib dan bilal. Setelah Sunan Ratu itu melihat kelakuan orang Giri habis lari maka Sunan Ratu pun terlalu amat hairan. Kemudian maka segala Perabu Pati pun datanglah di luar masjid dengan segala rakyatnya maka Sunan Ratu melihat segala Perabu Pati Majapahit itu datang di luar masjid itu.
Maka Sunan Ratu pun minta doa kepada Allaha maka dengan firman Allaha Taa’alaya kepada seketika itu juga andang tebuan pun turunlah terlalu amat banyak maka tiadalah kelihatan lagi udara oleh andang tebuan itu. Maka andang tebuan itupun datanglah menyengati segala Perabu Pati istimewa kepada segala rakyat sekelian maka segala Perabu Pati dan rakyat sekelian pun larilah masing2 membawa dirinya masuk hutan maka di perikutnya juga oleh andang tebuan itu. Maka segala Perabu Pati melihat andang tebuan itu mengikut dia juga maka iapun larilah lalu pulang ke Majapahit dengan segala rakyat sekelian.
Setelah sampai ke Majapahit maka lalu ia masuk mengadap raja Majapahit serta menyembahkan segala hal ehwalnya ia perang dengan Sunan Ratu di Giri itu dan perinya andang tebuan itu turun dari udara lalu datang menyengati kepada segala Perabu Pati dan rakyat sekelian sampai masuk hutan itupun di perikutnya juga oleh andang tebuan itu. Setelah Beruya Jaya mendengar hal yang demikian itu maka iapun hairanlah maka lalu ia masuk ke istananya dengan masygulnya. Adapun akan Sunan Ratu setelah sudah rakyat Majapahit itu undur maka iapun sembahyang dua rakaat salam. Maka ia minta doa kepada Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya akan kematian Beruya Jaya itu dengan takdir Allaha Taa’alaya maka keris Sunan Ratu yang bernama Si Kala Muyang pun tercabutlah daripada sarungnya maka lalu ia melayang ke udara maka lalu ia pergi ke Majapahit.
Setelah sampai ke Majapahit maka lalu ia masuk ke istana Beruya Jaya maka kepada ketika itu Beruya Jaya pun lagi duduk di dalam tempat peraduannya. Maka Si Kala Muyang pun datanglah lalu menikamkan dirinya kepada dada Beruya Jaya terus ke belakangnya maka Beruya Jaya pun matilah. Maka orang dalam pun gegarlah mengatakan Beruya Jaya itu telah matilah di dalam tempat peraduannya. Maka patih Gajah Muda pun masuklah ke dalam puri maka di lihatnya Beruya Jaya pun telah matilah maka patih Gajah Muda pun menangis maka riuh rendahlah di dalam puri orang menangis.
Maka patih Gajah Muda pun bertanya kepada dayang2 sekelian katanya “Siapakah membunuh ratu ini” maka kata dayang2 kepada dia “Hai patih Gajah Muda tiadalah hamba tuanku tahu yang membunuh ratu agung ini. Hanyalah yang hamba tuanku lihat keris telah terhunus datang dari udara maka lalu menikamkan dirinya kepada dada ratu agung ini. Kemudian maka keris itupun lalu melayang pula ke udara maka ratu agung pun matilah”. Maka patih Gajah Muda pun terlalu amat hairan mendengar kata dayang2 itu kemudian maka Beruya Jaya pun di tanamkan oleh oranglah maka sekelian orang Majapahit pun takutlah akan Sunan Ratu Giri Kedatuan.
Adapun akan Si Kala Muyang itu setelah sudah ia menikamkan dirinya kepada ratu Majapahit maka iapun melayang pulang ke Giri dengan berlumur2 dengan darah. Setelah sampailah kepada Sunan Ratu maka Si Kala Muyang pun menjatuhkan dirinya di hadapan Sunan Ratu serta dengan berlumur2 dengan darah. Setelah Sunan Ratu melihat Si Kala Muyang itu terhantar di hadapannya serta dengan berlumur2 darah maka Sunan Ratu pun mengucap syukur Al Hamada Lalaha kemudian maka Sunan Ratu pun menyuruh ke Majapahit menaklukkan rakyat Majapahit.
Setelah sudah Majapahit itu takluk maka Sunan Ratu pun memberi perintahlah menyuruhkan sekelian orang Jawa yang kafir2 itu masuk agama Asalama dan mengucap kalimah shahadat. Setelah masuk sekelian orang Jawa itu agama Asalama setelah sudah ratalah Jawa itu masuk agama Asalama. Maka Sunan Ratu pun bersalin nama maka bernama Ratu Perabusat Mata maka Ratu Perabusat Mata pun memberi titah kepada sekelian khotib dan muazin katanya “Hai kamu sekelian siapa dapat kamu mengelilingi gunung Giri ini daripada baa’da Isyak datang kepada waktu Subuh maka ia bertemu. Maka itulah yang menjadi raja di dalam tanah Jawa ini kemudian daripada aku”. Maka sekelian khotib dan muazin pun tiada berkata seorang pun daripada yang banyak itu istimewa sekelian rakyat jangan di kata lagi seorang pun tiadalah yang boleh menjawab kata Ratu Perabusat Mata.
Al kisah maka tersebutlah perkataan Petinggi Mataram bernama Serubut itu duduk berhambakan dirinya kepada Ratu Perabusat Mata. Maka kepada ketika itu Serubut pun ada hadir mengadap Ratu Perabusat Mata setelah sampailah tiga kali Ratu Perabusat Mata berkata demikian itu maka tiada juga ada orang yang bercakap itu. Kemudian maka kata Petinggi Mataram kepada Ratu Perabusat Mata itu “Jikalau dengan berkat izin tuanku hambalah yang bercakap mengelilingi gunung Giri ini daripada waktu baa’da Isyak datang kepada waktu subuh maka ia bertemu” maka kata Ratu Perabusat Mata “Dan jikalau demikian katamu kerjakanlah oehmu biar aku lihat”.
Setelah sudah baa’da Isyak maka Petinggi Mataram pun berjalanlah mengelilingi gunung Petukangan itu daripada baa’da Isyak datang kepada waktu subuh maka ia bertemu. Maka lalu Petinggi Mataram pun naik ke masjib azan lalu sembahyang subuh sekali. Setelah Ratu Perabusat Mata melihat Serubut itu sembahyang subuh maka tahulah ia lamun Serubut itu sudah mengelilingi gunung Petukangan itu. Kemudian maka kata Ratu Perabusat Mata kepada Serubut itu “Hai Serubut bahawa telah di janjikan Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya akan daku lamun engkau yang menjadi raja di dalam tanah Jawa ini tetapi sehingga turun tujuh kali daripada anak cucumu yang menjadi raja di dalam tanah Jawa ini. Kemudian maka kembali pula kerajaan itu kepada anak cucuku”.
Setelah Serubut mendengar titah Ratu Perabusat Mata demikian maka iapun sujud kepada Ratu Perabusat Mata kemudian maka titah Ratu Perabusat Mata kepada Si Serubut katanya “Hai Serubut kembalilah engkau ke negeri Mataram itu dan aku salin namamu itu. Adapun akan nama itu Kiyahi Kidi Mataram”. Setelah Serubut itu mendengar titah Ratu Perabusat Mata demikian itu dan namanya pun telah di persalin oleh Ratu Perabusat Mata Kiyahi Kidi Mataram pun bermohonlah pulang ke Mataram berbaiki negerinya dan berbuat kota mana yang seperti pesan Ratu Perabusat Mata semuanya habis di ikutnya tiadalah bersalahan lagi.
Adapun akan Ratu Perabusat Mata itu tiap2 tahun di hadap oleh wali Allaha yang delapan orang itu maka kepada sekali waktu Sheikh Lemahbang itu. Maka iapun duduk serta dengan wali Allaha yang tujuh orang itu daripada sangat gholibnya Sheikh Lemahbang itu maka iapun mengatakan dirinya Allaha. Maka kata wali Allaha yang tujuh orang itu “Ya Sheikh Lemahbang ingat2 engkau ini kalau2 engkau ini mabuk kecubung” “Yang hamba berkata2 ini bukan hamba yang berkata”. Maka kata wali Allaha yang tujuh orang itu “Jikalau bukan engkau berkata2 itu siapa yang berkata2 itu” maka kata Sheikh Lemahbang “Adapun yang berkata2 ini iaitu Allaha”.
Maka kata Ratu Perabusat Mata kepada Sheikh Lemahbang “Hai Sheikh Lemahbang tiap2 orang yang membukakan dinding itu nescaya mati juga adanya” maka kata Sheikh Lemahbang kepada Ratu Perabusat Mata katanya “Hai saudara hamba adakah tuan hamba dengar lamun Allaha itu di dapat oleh mata maka bahawasanya Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya mustahil kepadanya mati”. Maka kata Sunan Kali Jaga kepada Sunan Bunang “Hai saudara hamba betapalah bicara tuan hamba sekelian akan Sheikh Lemahbang ini tiadalah boleh kita ajari akan dia” maka kata Sunan Bunang kepada Sunan Kali Jaga “Adapun bicara ini mana bicara saudara kita Ratu Perabusat Mata itulah yang kita turut kerana sudah wasiat guru kita Sunan Mahdum”.
Maka kata wali Allaha yang lima orang itu kepada Ratu Perabusat Mata “Ya saudara hamba yang mana bicara tuan hamba itulah hamba sekelian ikut kerana tuan hamba itu wakil daripada guru kita”. Maka kata Ratu Perabusat Mata “Jikalau demikian kata saudara hamba sekelian baiklah Sheikh Lemahbang ini kita bunuh agar supaya jangan rosak di belakangnya” maka kata wali Allaha yang lima orang itu “Jikalau demikian baiklah mana kehendak saudara hamba itu hamba ikutlah akan dia”.
Maka kata Sunan Kali Jaga kepada Sheikh Lemahbang “Ya saudara hamba Sheikh Lemahbang adapun kehendak Ratu Perabusat Mata itu kepada tuan hamba. Bahawa sekali2 jangan tuan hamba jatuh kepada perkataan kafir hendaklah tuan hamba lebihkan akhirat daripada dunia dan hendaklah tuan hamba tudungi segala kenyataan itu dengan syariat nabi kita Mahamada Sholaya Allaha A’layaha Wa Salama” maka kata Sheikh Lemahbang “Ya saudara hamba bahawa sekali2 tiada mahu hamba mempunyai pandang dua tiga lagi hanya kepada yang esa juga”.
Maka Ratu Perabusat Mata pun berkata kepada Sheikh Lemahbang “Ya saudara hamba segeralah tuan hamba turun dari atas masjid ini maka berdirilah saudara hamba di halaman masjid agar supaya segera tuan hamba kembali kepada tempat yang kekal”. Maka kata sheikh itu “Al Hamada Lalaha” maka Sheikh Lemahbang pun turunlah dari atas masjid lalu berdiri ia di halaman. Maka kata Ratu Perabusat Mata kepada bilal “Hai bilal tikamlah olehmu akan Sheikh Lemahbang itu” maka bilal menikam Sheikh Lemahbang berturut2 seperti menikam bayang2 juga tiada kena.
Maka kata Ratu Perabusat Mata kepada Sheikh Lemahbang “Ya saudara hamba Sheikh Lemahbang janganlah tuan hamba berlambat diri bersegeralah tuan hamba kembali kepada tempat yang baqo”. Maka kata Sheikh Lemahbang “Hai saudara hamba sekelian marilah kita berjabat tangan dahulu” maka wali Allaha yang tujuh orang itupun berjabat tanganlah dengan Sheikh Lemahbang. Setelah sudah maka kata Sheikh Lemahbang kepada Ratu Perabusat Mata “Ya saudara hamba Basama Allaha Al Rohamana Al Rohayama” maka kata Ratu Perabusat Mata “Laa Hawala Wa Laa Qowata Alaa Ba Allaha Al A’laya Al A’zhoyama”.
Setelah sudah maka kata Ratu Perabusat Mata “Hai bilal segeralah tikam olehmu” maka bilal pun segera menikam Sheikh Lemahbang. Maka kenalah dada Sheikh Lemahbang darahnya menyembur nyembur ke mukanya maka darahnya pun terlalu amat harum baunya maka darahnya pun mengucap Anaa Al Haqo ertinya aku yang sebenar2nya maka Sheikh Lemahbang pun matilah ia. Maka sekelian anak muridnya pun mengikut mati semuanya di panggil anak muridnya lagi mengambil kambing. Setelah ia mendengar gurunya itu sudah mati di bunuh oleh Sunan Ratu maka iapun segera berlari2 serta ia berseru2 katanya “Nanti dahulu ada lagi Allaha seorang mengambil kambing”.
Setelah ia datang kesana maka lalu ia di tikam oleh bilal maka iapun matilah. Maka adalah seorang anak muridnya hendak di bunuh oleh bilal maka ia mengaduh2 berteriak2. Setelah sudah ia mati maka sekelian anak muridnya Sheikh Lemahbang pun ghaiblah semuanya maka tinggal lagi anak muridnya yang mengaduh2 berteriak2 itu juga tiada mahu ghaib. Setelah Sheikh Lemahbang melihat seorang lagi anak muridnya tiada boleh ghaib itu maka mayat Sheikh Lemahbang pun menoleh kepada mayat anak muridnya itu maka mayat anak muridnya pun baharulah ghaib. Kemudian maka mayat Sheikh Lemahbang pun ghaiblah dengan darah darahnya tiada tinggal di bumi.
Setelah wali Allaha yang tujuh orang itu melihat hal kelakuan mayat Sheikh Lemahbang serta dengan anak muridnya sekelian demikian itu maka iapun mengucap syukur Al Hamada Lalaha. Sekelian wali Allaha yang enam orang itupun berjabat tanganlah masing2 pulang kepada negerinya. Maka berapa tahun antaranya maka Sunan Ratu pun beranak seorang laki2 maka di namai ayahanda baginda akan anakanda itu Sunan Agung. Maka berapa tahun lamanya maka sampailah umurnya Sunan Agung itu dua belas tahun maka Sunan Ratu pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka mayat Sunan Ratu pun di kuburkan.
Setelah sudah ia di kuburkan orang maka Sunan Agung pun menggantikan ayahanda baginda itu kemudian maka Sunan Agung pun membuat telaga setelah sudah maka di namai telaga itu telaga Patut. Adapun yang di namai Sunan Agung itu ialah Sunan Perapin maka berapa tahun lamanya maka Sunan Agung pun beranak seorang laki2 bernama Penambahan Kuasa Guah namanya. Maka berapa lamanya maka Sunan Agung pun kembali ke rahmat Allaha Taa’alaya maka anaknya laki2 yang bernama Sunan Dalam yang menggantikan dia maka berapa lamanya.
Maka Sunan Dalam pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka anaknya yang laki2 bernama Pengiran Emas ialah yang menggantikan dia. Maka berapa lamanya maka Pengiran Emas pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka anaknya yang laki2 bernama Pengiran Utunu pun yang menggantikan dia. Maka berapa lamanya maka Pengiran Utunu pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka anaknya yang laki2 bernama Rahden Emas itulah yang menggantikan dia.
Kemudian maka Rahden Emas pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya kemudian maka habislah bangsa daripada Sunan Ratu Di Giri Kedatuan turun tujuh kali juga. Kemudian maka orang lainlah yang jadi Pengiran bernama Rahden Waria Dita maka Rahden Waria Dita itu kembalikah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka sampailah kepada tahun Alif ini dan kepada delapan hari bulan Ramadhon dan kepada hari Khamis juga.
Al kisah maka tersebutlah perkataan Kiyahi Kidi Mataram setelah sudah ia bermohon kepada ratu Perabusat Mata maka iapun kembalilah ia ke negeri Mataram. Setelah sampai ke negeri Mataram maka lalu ia menyuruh membaiki negeri kota dan parit sekelian. Setelah sudah di perbaiki maka Kiyahi Kidi Mataram pun duduklah di dalam negeri Mataram serta berbaiki rakyat sekelian. Hataya berapa lamanya maka Kiyahi Kidi Mataram pun mendengar khabar lamun Sunan Ratu di Giri Kedatuan pun telah kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya.
Maka anaknya Sunan Ratu yang bernama Sunan Perapin itulah yang menggantikan dia kemudian maka Sunan Perapin pun kembalilah pula ia ke rahmat Allaha Taa’alaya. Setelah sudah Kiyahi Kidi Mataram mendengar khabar lamun Sunan Perapin itu sudah kembali ke rahmat Allaha Taa’alaya maka Kiyahi Kidi Mataram pun menyuruh berperang kepada segenap negeri tanah Jawa ini. Kemudian maka segala negeri di tanah Jawa ini itupun habislah takluk kepada Kiyahi Kidi Mataram maka kepada tiap2 tahun ia membawa ufti persembah ke negeri Mataram maka tetaplah Kiyahi Kidi Mataram menjadi raja di dalam negeri Mataram.
Hataya berapa lamanya maka Kiyahi Kidi Mataram pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka anaknya yang laki2 itulah yang menggantikan kerajaan dalam negeri Mataram yang bernama Pengiran Saida Kenjanar namanya. Maka terlalu amat adil perintahnya serta dengan murahnya kepada sekelian fakir dan miskin. Maka sampailah kepada enam puluh tahun ia di dalam kerajaan maka Pengiran Saida Kenjanar pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya. Maka anak Pengiran Saida Kenjanar yang laki2 bernama Pengiran Saida Kerapik itulah yang menggantikan kerajaan di dalam negeri Mataram maka terlalulah amat adil serta dengan murahnya kepada sekelian rakyat istimewa kepada sekelian fakir dan miskin demikianlah halnya itu.
Maka sampailah empat puluh lima tahun lamanya ia kerajaan di dalam negeri Mataram maka Pengiran Saida Kerapik pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya. Maka anak Pengiran Saida Kerapik laki2 bernama Sultan itulah menggantikan ayahanda kerajaan di dalam negeri Mataram. Maka terlalulah amat adil serta dengan murahnya kepada sekelian rakyat isitimewa kepada sekelian fakir dan miskin tiada tersebut lagi daripada sangat adil murahnya.
Dipetik dari: مهدي اسلام
Sumber: Hikayat Tanah Jawa
Manuskrip British Library
No comments:
Post a Comment