Pages

Sunday, 18 October 2015

Asal usul wali 9 VI

Hataya berapa lama antaranya maka tersebutlah perkataan ada sebuah negeri hampir Betawi bernama Bentan terlalu amat kebesarannya raja itu daripada raja yang lainnya di dalam tanah Jawi ini lain daripada sunan Mangkurat dalam negeri Mataram memerintah di dalam tanah Jawi. Al kisah maka tersebutlah perkataan sultan Bentan. Adapun akan negeri Bentan itu rajanya bernama sultan Agung. Adapun akan sultan Agung itu beranak seorang laki2 bernama sultan Haji. Adapun akan sultan itu tatkala ia lagi kecil bernama pengiran Adipati.

Adapun akan pengiran itu sampailah umurnya dua puluh enam tahun lamanya maka pengiran Adipati pun meminta pergi naik haji kepada ayahanda baginda. Kemudian maka titah ayahanda “Ya anakku jikalau boleh dengan bolehnya sabarlah anakku dahulu naik haji itu kerana ayahanda pun sudah tua”. Kemudian maka sembah anakanda kepada ayahanda itu “Jikalau boleh dengan bolehnya hamba tuanku bermohon jikalau dengan berkat daulat tuanku tiadalah hamba tuanku lama meninggalkan khadam tuanku”. Setelah sultan melihat hal anakanda itu tiada boleh di tahan oleh baginda maka sultan pun terlalu amat amarah akan anakanda itu kemudian maka sampailah kepada dua puluh hari bulan Jamada Al Akhir maka pengiran Adipati pun berlayarlah ke negeri Aceh.

Setelah sampai ia ke negeri Aceh maka pengiran Adipati pun naiklah ke darat bertemu dengan raja Aceh. Kemudian sampailah pengiran Adipati tiga bulan lamanya ia diam di dalam negeri Aceh maka pengiran Adipati pun berlayarlah ke negeri Keling. Di sanalah ia bertemu dngan seorang mufti maka pengiran Adipati pun hormatlah kepada mufti itu serta ia bertanyakan halnya akan naik haji itu. Maka kata mufti kepada pengiran Adipati “Janganlah pengiran naik haji lagi kerana niat pengiran itu salah dan jika niat pengiran akan kebesaran dunia ini maka hendaklah pengiran segera kembali ke negeri Bentan”.

Setelah pengiran Adipati mendengar kata mufti demikian itu maka pengiran Adipati pun bermohonlah kepada mufti lalu ia berlayar pulang ke Bentan. Maka lalu ia meminta bantu ke Jekatera kepada kompeni akan mengalahkan ayahanda sultan Agung maka kompeni pun memberi bantu kepada pengiran Adipati. Adapun yang menjadi kepala kepada rakyat kompeni itu Minur Semartan maka beberapa puluh daripada kapitan dan letanan dan Alpiris daripada orang Walanda dan Bugis dan Mangkasar dan Bali jangan di kata lagi. Maka sekeliannya pun pergilah perang ke Bentan tiga bulan lamanya ia berperang maka tiadalah dapat Minur Semartan itu naik ke darat. Maka kompeni pun susahlah serta ia berbicara seperti Jenderal dan kepala bicara yang dua belas di dalam negeri Betawi pun berbicaralah.

Setelah sudah putus bicara maka kapitan Jangkar pun di panggil oleh Jenderal maka kata Jenderal kepada kapitan Jangkar demikian katanya “Ya kapitan Jangkar tolonglah kompeni sekali ini hendaklah engkau ke Bentan bantu olehmu Minur Semartan”. Maka kata kapitan Jangkar kepada Jenderal “Jikalau hamba tuanku ini di suruh membantu Minur Semartan itu tiadalah hamba tuanku mahu dan jikalau tuanku menyuruh hamba tuanku ini undurkanlah Minur Semartan itu biar hamba tuanku sendiri mengadap dia”. Setelah sudah kapitan Jangkar berkata demikian kepada Jenderal maka Jenderal pun memberi surat kuasa kepada kapitan Jangkar maka kapitan Jangkar pun bermohon kepada Jenderal maka lalu ia turun ke kapal serta memasang tanggal merah lalu ia berlayar ke Bentan.

Setelah sampai ia ke Bentan maka lalu ia naik ke kapal Minur Semartan serta menunjukkan surat kepada Minur Semartan. Setelah sudah Minur Semartan membaca surat itu maka iapun berlayarlah kembali ke Betawi lalu ia berlabuh. Maka Minur Semartan naiklah ia ke darat lalu masuk ke kota Antan mengadap Jenderal meminta pulang ke negeri Walanda. Maka oleh Jenderal di lepaskannya akan Minur Semartan itu pulang ke negeri Walanda maka Minur Semartan pun pulanglah ia ke negeri Walanda.

Setelah datang ke negeri Walanda maka ia pun masuklah mengadap kompeni maka di tanya oleh kompeni “Apa sebabnya maka engkau segera kembali ke negeri Walanda ini”. Maka jawabnya “Adapun sebabnya maka hamba segera kembali ini kerana hamba pun sudah tua dan lagi hamba pun tiada suka diam dalam negeri Betawi”. Maka kata segala kepala bicara dalam negeri Walanda “Kalau demikian baiklah engkau kembali ke tanah Jawi biar aku beri surat kuasa” kemudian maka Minur Semartan pun di beri surat kuasa oleh kompeni maka Minur Semartan pun turunlah ke kapal maka lalu ia berlayar ke Betawi.

Al kisah maka tersebutlah perkataan kapitan Jangkar. Setelah sudah Minur Semartan itu kembali ke Betawi maka kepada keesokkan harinya maka kapitan Jangkar pun menyuruh mengandalkan kapal yang buruk. Maka kapal itupun di langgarkan oranglah ke darat maka meriam itupun di atur oranglah di atas kapal itu dan kompeni pun turunlah berlindung di balik kapal itu. Setelah sudah maka kapitan Jangkar pun menyuruh memasang meriam menembak kepada orang Bentan. Setelah sudah maka orang Bentan pun gegarlah masing2 lari membawa anak isterinya.

Setelah kapitan Jangkar melihat hal yang demikian itu maka iapun menyuruh melanggar kepada sekelian kompeni yang di balik kapal itu. Maka sekelian kompeni pun melanggarlah ke darat masing2 kepada ketumbukannya kemudian maka orang Bentan pun larilah masing2 membawa dirinya kerana ia takut akan pengiran Adipati. Setelah sudah alah negeri Bentan maka kapitan Jangkar pun mengangkat pengiran Adipati menjadi sultan maka di namai pengiran Adipati itu sultan Haji dan sultan Agung pun turunlah dari kerajaannya.

Setelah sudah pengiran Adipati itu naik kerajaan maka kapitan Jangkar pun menyuruh kepada letanan Surapat mengusir Sheikh Yusuf lalu ke Cirebon. Maka letanan Surapat pun berjalanlah mengusir Sheikh Yusuf lalu ke tanah Cirebon maka dengan takdir Allaha Taa’alaya maka kepada suatu kau maka bertemulah letanan Surapat itu dengan Sheikh Yusuf. Maka letanan Surapat .. larilah ia dari tanah Cirebon lalu ia pergi berjalan darat lalu masuk ke negeri .. dengan segala temannya. Adapun akan banyak temannya Si Surapat semuanya tujuh puluh orang di sanalah ia diam.

Maka antara empat bulan lamanya Surapat itu diam di Kelanggang itu maka terdengarlah khabar kepada kompeni lamun letanan Surapat itu diam Kelanggang. Maka kompeni pun menyuruh seorang kapitan Walanda dan dua orang Alpiris daripada orang Bugis dan Bali maka iapun berjalanlah ke Kelanggang. Maka berapa hari lamanya ia di jalan maka sampailah ia ke Kelanggang maka iapun peranglah dengan letanan Surapat dengan seketika perang maka banyaklah orang Walanda yang mati dan luka istimewa Bugis dan Bali.

Kemudian maka Surapat pun larilah dari sana maka Surapat pun larilah masuk ke Karta Sura mengadap sunan Mangkurat meminta di perhambakan dirinya kepada sunan Mangkurat. Kemudian maka sunan Mangkurat pun memberi tempat dan rumah kepada Surapat maka Surapat pun diamlah di Karta Sura. Kemudian maka terdengarlah khabarnya ke Betawi lamun Surapat itu ada ia di Karta Sura maka kompeni pun menyuruhkan kapitan Atak dengan delapan puluh serdadu kemudian maka kapitan Atak pun berjalanlah ke Karta Sura.

Setelah sampai ke Karta Sura maka kapitan Atak pun masuk mengadap sunan Mangkurat serta meminta Surapat. Kemudian maka kata sunan Mangkurat kepada kapitan Atak “Adapun Surapat itu adalah ia di sini tetapi tiada beta memanggil dia ia datang sendiri kerana beta sudah memberikan Surapat tahu beta menyuruhkan dia dan jikalau kapitan hendak mengambil dia maka hendaklah kapitan pergi sendiri kepadanya. Setelah kapitan Atak mendengar kata sunan demikian itu maka kapitan Atak pun pergilah dengan segala kompeni kepada tempat Surapat. Maka kapitan Atak pun menyuruh membedil kepada serdadu kemudian maka serdadu pun membedil kepada kaum Surapat tiga kali berturut2 maka gelaplah kampong Surapat daripada asap bedil itu.

Kemudian maka Surapat pun menyuruh mengamuk kepada temannya maka sekelian rakyat Surapat yang empat puluh itupun habis mengamuklah maka Walanda Sardadu kapitan Atak itupun sebagai membedil juga kepada teman Surapat. Setelah orang Bali teman Surapat yang empat puluh itu melihat hal yang demikian itu maka iapun bersungguh2 mengamuk maka serdadu kapitan Atak dan kompeni itupun sekeliannya matilah di bunuh oleh Surapat. Setelah sudah kapitan Atak dengan temannya sudah habis mati itu maka sunan Mangkurat pun menyuruh memanggil Surapat maka Surapat pun datanglah mengadap sunan. Kemudian maka titah sunan kepada Surapat “Hai Surapat pergilah engkau ke Pesuruhan dengan segala temanmu dan engkaulah yang menjadi raja di sana”.

Setelah Surapat mendengar titah sunan demikian itu maka iapun bermohonlah kepada sunan maka iapun berjalanlah ke Pesuruhan dengan segala temannya. Berapa hari lamanya ia di jalan maka sampailah ia ke Pesuruhan maka di sanalah ia menjadi raja memerintahkan di dalam negeri Pesuruhan. Maka sekelian temannya yang empat puluh itupun habislah di besarkannya oleh Surapat yang setengah di jadikannya bendahara dan setengah di jadikannya menteri aka dia maka tetaplah Surapat itu di dalam negeri Pesuruhan.

Al kisah maka tersebutlah perkataan sunan Mangkurat di dalam negeri Mataram setelah sudah kapitan Atak itu mati dan Surapat pun sudah pergi maka sunan pun berbicaralah dengan segala menteri dan hulubalang sekelian akan hal kematian kapitan Atak itu agar supaya jangan kita di timpa oleh kompeni. Setelah sudah mesyuarat sunan serta dengan segala menteri dan hulubalang sekelian maka sebab itulah maka sunan menjadikan raja Madura yang bernama pengiran Cekara Ningrat itu pepatih yang akan memerintahkan segala negeri di pesisir itu.

Setelah sudah pengiran Cekara Ningrat di jadikan pepatih oleh sunan itu maka titah sunan kepada pengiran demikian bunyinya “Hai Cekara Ningrat pergilah engkau ke Pesuruhan perangi olehmu Surapat dan bawa olehmu segala menteriku yang di pesisir itu sekelian dan bahawa sekali2 jangan engkau beri mati dan luka akan Surapat itu dan jikalau mati sebab kena senjata atau luka engkau aku belakang”. Setelah sunan bertitah demikian itu maka pengiran Cekara Ningrat pun menjunjung duli sunan maka pengiran Cekara Ningrat pun kembalilah ke negerinya di iringkan oleh segala menteri sunan yang di pesisir itu berapa hari lamanya ia di jalan maka sampailah ia ke Madura.

Setelah sampai ke Madura maka pengiran Cekara Ningrat pun berjalanlah dengan segala menteri sunan di iringkan oleh segala rakyat sekelian istimewa segala para bupati. Setelah berapa hari lamanya ia di jalan itu maka pengiran Cekara Ningrat pun sampailah ia ke desa Pesuruhan yang bernama Semari di sanalah pengiran Cekara Ningrat menyuruh segala para bupati berbuat benteng. Setelah sudah jadi benteng itu maka pengiran Cekara Ningrat pun masuklah ia ke dalam benteng dengan segala para bupati. Kemudian maka pengiran Cakera Ningrat pun menyuruh kepada Surapat mengatakan lamun ia di suruh oleh sunan Mangkurat memerangi Surapat itu dengan segala para bupati sekelian.

Setelah sudah Surapat mendengar sembah suruhan pengiran Cekara Ningrat demikian itu maka Surapat pun tersenyum maka kata Surapat kepada utusan itu “Mana kehendak pengiran itu adalah aku” maka utusan pengiran Cekara Ningrat pun bermohonlah kepada Surapat lalu ia berjalan kembali. Setelah sampai ia kepada pengiran Cekara Ningrat maka sekelian kata Surapat itupun di sampaikannyalah kepada pengirah maka pengiran Cekara Ningrat pun tertawa2 mendengar sembah utusan itu. Setelah sudah maka daripada pagi2 hari genderang perang pun berbunyilah maka pengiran dan Surapat pun peranglah.

Adapun negeri pesisir yang mengikut pengiran itu sekeliannya pertama2 negeri Surabaya dan negeri Grisek dan negeri Sidayu dan Tuban dan Lasam dan negeri Japar dan Demak dan Kalaungu dan Pekalungan dan Tegala dan lain daripada itu tiadalah kami sebutkan di dalam surat ini. Kemudian sampailah tiga belas tahun lamanya perang itu maka ia baharu berhenti kerana daripada sebab anaknya pengiran yang bernama raden Demang itu sudah mati terbunuh di dalam perang itu. Maka sampailah tujuh belas tahun lamanya tanah Jawi itu diam tiada apa2 maka dengan takdir Allaha Taa’alaya maka sunan Mangkurat pun matilah maka anaknya yang bernama pengiran Adipati itu naik kerajaan.

Adapun sunan Mangkurat itu tiga bersaudara yang tua sunan Mangkurat dan yang tengah bernama pengiran Pugar dan yang muda bernama pengiran Aria Mataram. Maka tatkala sudah sunan Mangkurat itu mati dan anakanda yang bernama pengiran Adipati itu naik kerajaan. Maka pengiran Pugar pun larilah ia ke Semarang membawa dirinya kepada kompeni meminta tolong hendak ia jadi raja di Karta Sura. Kemudian maka pengiran Pugar pun mengupah kepada kompeni selaksa riyal di dalam pada yang setahunya dan delapan ratus koyan beras kepada dua puluh lima tahun lamanya maka baharulah berhenti.

Setelah kompeni mendengar kata pengiran Pugar demikian itu maka kompeni pun bercakaplah kepada pengiran Pugar kemudian maka kompeni pun berhimpunlah di dalam tanah Semarang. Setelah sudah berhimpun maka kompeni pun naiklah ke Karta Sura membawa pengiran Pugar. Setelah sampai ke Karta Sura maka kompeni pun peranglah dengan pengiran Adipati maka adalah sebulan lamanya ia perang itu maka pengiran Adipati pun pecahlah perangnya maka pengiran Adipati pun larilah ke Pesuruhan membawa dirinya kepada Surapat di sanalah ia diam.

Adapun sekelian anak raja2 Jawa yang mengikut pengiran Pugar itu sekeliannya pertama2 pengiran Madura dan Adipati Surabaya dan temenggung Sidayu dan Rangga Tuban dan Adipati Jenapur di Japar dan Adipati Semarang sekeliannya itu mengikut pengiran Pugar. Maka sekelian para bupati itupun bersama2lah dengan kompeni naik ke Karta Sura perang dengan pengiran Adipati. Adapun akan Surapat itu diam bersama dengan pengiran Adipati maka adalah enam bulan lamanya pengiran Adipati itu diam di Kediri maka kompeni pun berhimpunlah di tanah Surabaya.

Adapun sekelian anak raja2 Jawa yang mengikut kepada kompeni itu banyaknya yang seperti tersebut dahulu itu juga. Maka adalah dua bulan lamanya kompeni itu berhimpun di dalam tanah Surabaya maka kompeni pun berjalanlah ke Pesuruhan. Sebulan lamanya ia berjalan maka kompeni pun sampailah ke negeri yang hampir negeri Pesuruhan yang bernama Bangal. Kemudian raden Surapat itu mendengar khabar lamun kompeni itu sudah sampai ia ke Bangal maka Surapat pun berjalanlah ia dari Pesuruhan dengan sekelian rakyatnya.

Setelah sampai ia ke Bangal maka kompeni pun membuat benteng maka antara sepuluh hari lamanya maka kompeni pun keluarlah dari dalam bentengnya maka lalu melanggar kepada banteng Surapat. Maka kompeni pun banyaklah matinya maka kompeni pun larilah daripada baa’da waktu Asar kompeni itu lari sampai kepada waktu Maghrib maka ia sampai kepada bentengnya sendiri. Maka banyaklah matinya dan lukanya maka yang menjadi kepala perang kepada kompeni itu kemandur Kanul namanya. Adapun yang menjadi pepatihnya itu kapitan Waliam namanya dan lain berapa kapitan dan letanan dan alpiris. Adapun banyak bilangan kompeni itu seratus lima belas benderanya.

Setelah sudah lari masuk bentengnya maka iapun berdiam dirinya serta berkira2 maka antara sepuluh hari lamanya. Maka kemandur Kanul pun memberi perintah kepada sekelian kompeni yang banyak di suruhnya kepada waktu pagi2 hari sekelian kompeni itu berbaris keluar benteng melanggar kepada bentang Surapat maka kepada pagi2 hari maka sekelian kompeni pun keluarlah berbaris. Setelah sudah ia keluar maka lalu ia melanggar kepada banteng Surapat serta dengan memasang meriam dan geranad. Maka antara tiga jam lamanya perang itu maka raden Surapat pun luka kena bedil senapang kemudian maka rakyat raden Surapat pun undurlah ke Pesuruhan.

Adapun akan kompeni itu setelah sudah rakyat raden Surapat itu undur ke Pesuruhan maka iapun berkira2 maka kepada waktu tengah malam. Maka kemandur Kanul serta dengan sekelian kompeni pun larilah pulang ke Surabaya daripada segelian orang sakit2 itu semuanya habis tinggal. Maka pada siang harinya maka orang Pesuruhan pun habis keluar melihat musuh maka di lihatnya sekelian kompeni itu sudah habis lari. Maka tinggal lagi sekelian orang yang sakit2 itu di dalam pendaknya maka oleh orang Pesuruhan itu di himpunkannyalah sekelian orang yang sakit2 sekeliannya daripada orang Asalama dan Nasrani. Maka di tambuninya dengan batang padi kemudian maka baharu di bakarnya maka sekelian orang sakit2 itu habislah mati hangus.

Adapun akan kemandur Kanul itu setelah ia sampai ke Surabaya maka lalu ia pergi ke Semarang. Di sanalah ia dia maka antara setahun lamanya maka terdengarlah kepada kompeni lamun raden Surapat itu sudah mati daripada sebab kerana lukanya itu dan anaknya yang menggantikan kerajaan. Maka kompeni pun datanglah ke Surabaya berhimpun. Adapun yang jadi kepala kepada kompeni itu Hardul namanya. Adapun yang menjadi bendaharanya itu iaitu kemandur Kanul dan kapitan Waliam yang menjadi kepala perang. Setelah sudah berhimpun maka kompeni pun berjalanlah ke Pesuruhan.

Kemudian maka tersebutlah perkataan raden Surapat setelah sudah ia merasai dirinya luka itu maka iapun undurlah ke Pesuruhan maka antara empat puluh hari lamanya raden Surapat itu sakit maka iapun matilah maka anaknya yang bernama Emas Rahim lah yang menggantikan dia maka di namai akan dirinya Wira Negara namanya. Adapun akan pengiran Adipati anaknya sunan Mangkurat yang diam di Kediri serta dengan raden Angbahi Niladik yang menjadi raja di Grisek itu. Setelah ia mendengar khabar lamun raden Surapat itu sudah mati maka iapun pergilah ke Pesuruhan mendapatkan raden Wira Negara. Setelah pengiran Adipati sampai ke Pesuruhan maka iapun berhimpunlah bersama2 dengan raden Wira Negara dan raden Niladik. Adapun akan pengiran Adipati menamai dirinya sultan kemudian daripada itu.

Maka tersebutlah perkataan Hardul itu berjalan sebulan lamanya ia berjalan maka Hardul pun sampailah ia ke Pesuruhan. Adapun akan raden Wira Negara dan sultan setelah ia mendengar khabar lamun kompeni itu sudah datang ke Pesuruhan maka iapun mengimpunkan sekelian rakyatnya. Setelah sudah maka iapun keluarlah dari dalam kotanya lalu mendapatkan musuh itu. Setelah sudah bertemu kedua pihak rakyat maka iapun peranglah seketika perang itu maka rakyat raden Wira Negara pun larilah.

Adapun akan Hardul itu setelah ia melihat rakyat Pesuruhan itu sudah lari maka di suruhnya usir segala2 sampai masuk ke dalam negeri Pesuruhan. Maka segala orang Pesuruhan larilah ke gunung Malang serta dengan raden Wira Negara. Adapun akan sultan dan raden Niladik itu diamlah ia di bawah gunung Malang. Setelah Hardul itu melihat raden Wira Negara dan sultan dan raden Niladik itu sudah lari ke gunung Malang maka Hardul itupun kembalilah dengan segala kompeni ke Surabaya lalu ia pulang ke Semarang setahun lamanya antaranya maka kompeni pun datang pula ke Surabaya berhimpun. Adapun yang jadi kepala kepada kompeni itu kemandur Kenal dan bendaharanya itu kapitan Wiliam namanya.

Setelah sudah berhimpun maka kemandur Kenal pun berjalanlah ke gunung Malang dengan segala kompeni dua puluh hari lamanya ia di jalan. Maka sampailah ia ke gunung Malang lalu ia berperang dengan raden Wira Negara dan seketika perang maka orang Malang pun larilah dan raden Wira Negara pun luka kena bedil maka iapun larilah ke Penarukan dengan segala saudaranya di sanalah ia mati. Adapun akan sultan dan raden Niladik itu setelah ia melihat raden Wira Negara itu sudah luka dan orang Malang itu habis lari maka iapun larilah.

Adapun akan kemandur Kenal setelah Malang itu sudah alah maka iapun memberi perintah kepada sekelian kompeni Walanda dan Bugis dan Mangkasar dan Bali demikianlah perintahnya “Hai kamu sekelian barang siapa dapat rampasan dan tawanan orang Malang ini baik engkau pakai dan baik engkau jual maka kompenilah yang memberi kuasa kepadamu”. Setelah sudah kemandur Kenal itu memberi perintah kepada segala apasir maka kemandur Kenal pun kembalilah ke Surabaya dengan segala kompeni.
Adapun akan sultan dan raaden Niladik itu setelah ia mendengar khabar lamun kemandur Kenal itu sudah kembali ke Surabaya maka iapun turunlah membawa dirinya ke Surabaya kepada kemandur Kenal maka lalu ia di bawa ke Betawi maka lalu di bawa ke Silung di buangkan oleh kompeni. Adapun akan kemandur Kenal dengan segala kompeni itu maka iapun kembalilah ke Semarang. Adapun akan Kiyai Adipati Surabaya dengan sekelian anak raja2 Jawa semuanya itu masing2 kembalilah ke negerinya.

Adapun akan kemandur Kenal itu setelah ia sampai ke Semarang lalu ia naik ke Karta Sura mengadap sunan Paku Buana serta ia berkata kepada sunan demikian katanya “Ya tuanku sunan jikalau tuan sunan bunuhlah Kiyahi Adipati Surabaya”. Maka sunan Paku Buana pun bercakaplah kepada kemandur Kenal maka sunan Paku Buana pun memanggil patinya yang bernama Cekara Jaya. Maka Cekara Jaya pun datanglah kemudian maka titah sunan “Hai Cekara Jaya suruh panggil olehmu sekelian perabu pati yang di pesisir itu habaya2 kepada dua belas hari bulan maulud ini juga ia naik ke Karta Sura ini”.

Setelah temenggung Cekara Jaya mendengar titah sunan demikian itu maka Cekara Jaya pun menyuruhlah kepada sekelian Perabu Pati yang di pesisir itu naik ke Karta Sura kepada dua belas hari bulan maulud. Kemudian maka sekelian suruhan itupun sampailah kepada sekelian negeri pesisir maka sekelian titah sunan akan sekelian perbekalan istimewa Kiyahi Adipati Surabaya pun sudah hadirlah. Maka sampailah kepada dua belas haribulan Safar maka sekelian Perabu Pati pun berjalanlah naik ke Karta Sura masing2 membawa isterinya.

Adapun akan Kiyahi Adipati Surabaya itu setelah timbul dua belas hari bulan Safar itu maka Kiyahi Adipati Surabaya itu lima saudara sama ibu dan sebapa kelimanya itu sama laki2 kelimanya dan dua perempuan sebapa lain ibunya. Adapun yang tua itu Kiyahi Adipati Surabaya dan yang pengkalu itu Kiyahi Aria Jiya Pesapit namanya dan yang penengah itu Kiyahi Jangaran namanya. Kemudian lagi baharu Kiyahi Panji dan yang muda sekali itu Kiyahi Demang Kerta Yuda namanya.

Setelah berhimpun sekelian sanak saudara baginda itu maka baginda pun memberi titah demikian titah baginda “Hai kamu sekelian sanak saudaraku betapa bicaramu kerana aku ini hendak naik ke Karta Sura kepada bulan ini juga”. Maka sembah Kiyahi Aria kepada kekanda baginda itu “Jikalau boleh dengan bolehnya janganlah tuanku naik ke Karta Sura kerana adinda ini mendengar khabar lamun tuanku itu di suruh bunuh oleh Kemandur Kenal kepada sunan”. Maka titah Kiyahi Adipati kepada adinda baginda itu “Jikalau belum dengan kehendak Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya bahawa sekali2 tiada hamba ini boleh berbuat sendirinya”. Setelah Kiyahi Aria Jaya Pesapit itu mendengar titah kekanda demkian itu maka iapun diamlah.

Setelah sampai dua belas hari bulan timbul maka Kiyahi Adipati Aria Jaya Pesapit dan Kiyahi Jangaran pun naiklah ke Karta Sura. Adapun akan Yaie Adipati Surabaya itu tiada ia mahu tinggal mati hidup pun hendak bersama2 junga dengan kekanda baginda. Maka berapa hari lamanya ia di jalan itu mak Kiyahi Adipati Surabaya pun sampailah ia ke Karta Sura maka lalu ia memandak. Adapun akan sekelian perabu pati itu setelah ia sampai ke Karta Sura masing2lah ia mendak. Setelah sampailah kepada dua belas hari bulan maulud maka sekelian isterinya perabu pati pun masuklah masing2 membawa persembah kepada sunan Paku Buana. Adapun akan Yaie Adipati Surabaya itupun masuk mengadap sunan membawa persembah. Setelah sudah maka Yaie Adipati pun kembalilah ke pondoknya.

Setelah sudah sunan itu memberi maulud Al Nabi Sholaya Allaha A’layaha Wa Salama maka keesokkan harinya maka sunan menyuruh memanggil temenggung Cekara Jaya dan menyuruh memanggil Kiyahi Adipati Surabaya. Maka suruhan sunan pun datanglah memanggil Kiyahi Adipati Surabaya. Setelah Kiyahi Adipati melihat ia di panggil oleh sunan maka iapun berdiri hendak berjalan maka segera di panggil oleh Yaie Adipati masuk ke dalam peraduan.

Maka sembah Yaie Adipati kepada kekanda baginda itu “Sabarlah tuanku dahulu sesaat kerana hamba tuanku hendak mempersembahkan mimpi hamba tuanku kepada tuanku itu. Adapun akan mimpi hamba tuanku ini hamba tuanku lihat tuanku berjalan seorang diri tuanku maka memakai serba putih maka tiadalah tuanku berbalik lagi. Itulah mimpi hamba tuanku kepada tuanku dan jikalau boleh dengan bolehnya janganlah mau mengadap sunan seketika ini”. Maka titah Kiyahi Adipati Surabaya kepada adinda itu “Adapun akan nyawa aku ini telah kuserahkan kepada Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya” kemudian maka Kiyahi Adipati pun berjalanlah masuk mengadap sunan.

Setelah sampai ia kepada pintu seri menganti maka iapun berhentilah di sana kemudian maka suruhan sunan itupun masuklah mengadap sunan serta mempersembahkan lamun Adipati Surabaya adalah ia di luar pintu seri menganti. Maka sunan pun menyuruh kepada segala perabu pati yang ada hadir dapatkan membunuh Kiyahi Adipati Surabaya itu kemudian maka Kiyahi Adipati Surabaya pun di tangkapnyalah oleh sekelian perabu pati serta di tikamnya. Maka Kiyahi Adipati Surabaya pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya kemudian maka mayat Kiyahi Adipati Surabaya pun di suruh tanam oleh sunan di desa Lawayan namanya.

Maka terdengarlah khabarnya lamun Kiyahi Adipati Surabaya itu sudah di bunuh oleh sunan di dalam keraton itu. Maka maka Kiyahi Aria dan Jangaran memanggilkan sekelian rakyatnya kemudian maka Aria dan Jangaran pun hendaklah masuk mengamuk ke keraton maka sekelian orang Karta Sura pun gemparlah. Maka Kiyahi Adipati Uruan dan temenggung Serunut pun datanglah ia di suruh oleh sunan serta ia berlari2 membelah baris orang Surabaya pun terkejut hendak menembak Adipati Uruan. Maka tiada di beri oleh Kiyahi Aria dan Jangaran kemudian maka Adipati Uruan dan temenggung Serunut pun datanglah kepada Kiyahi Aria dan Jangaran.

Setelah ia datang maka lalu ia memeluk dan mencium Aria dan Jangaran serta ia menyampaikan titah sunan demikianlah titah sunan “Hai Aria dan Jangaran adapun akan saudaramu itu telah di ambili Allaha Sabahaanaha Wa Taa’alaya nyawanya akan jadi ubat tanah Jawa sekelian. Janganlah jadi hatimu adapun akan negeri Surabaya ini telah di serahkanlah oleh sunan kepada anak kedua bersaudara ini”. Setelah Kiyahi Aria dan Jangaran mendengar titah sunan demikian itu maka Aria dan Jangaran pun sukalah hatinya sedikit maka iapun bermohonlah kepada Kiyahi Adipati Uruan maka lalu ia berjalanlah dengan segala rakyatnya kembali ke Surabaya.

Setelah sampai ia ke Surabaya maka lalu ia memberi arwah Kiyahi Adipati Surabaya demikianlah halnya Kiyahi Aria dan Jangaran itu diam di dalam masygulnya. Maka sampailah kepada lima tahun ia maka tiada mahu mengadap sunan masuk ke Karta Sura. Maka suruhan daripada sunan pun bulan2 juga ia datang memanggil Aria dan Jangaran maka Aria dan Jangaran pun tiadalah ia mahu ke Karta Sura mengadap sunan. Maka sampailah kepada tujuh tahun lamanya tiada juga ia mahu mengadap ke Karta Sura.

Kemudian maka sunan Paku Buana pun menyuruh ke Jekatera kepada Jenderal Hira Fanshul memberi tahu akan hal Kiyahi Aria dan Jangaran itu tiadalah ia mahu mengadap lagi kepada sunan serta ia meminta bantu kepada Jenderal. Kemudian maka suruhan sunan pun sampailah ia ke Betawi lalu ia mengadap Jenderal serta mengunjukkan surat daripada sunan. Setelah Jenderal mendengar bunyi surat itu maka Jenderal pun menyuruhkan seorang kemandur bernama kemandur Hubas namanya serta dengan kompeni tiga puluh kompeni pergi ke Surabaya membantu sunan. Adapun akan ganti sunan itu Kiyahi temenggung Cekara Jaya namanya serta dengan anak raja Jawa semuanya maka iapun berjalanlah ke Surabaya.

Kemudian maka tersebutlah perkataan Kiyahi Aria dan Jangaran berbicara akan menyuruh Kiyahi Panji ke Grisek mengalahkan negeri Grisek. Maka Kiyahi Panji pun berjalanlah ke Grisek serta dengan rakyat Lamungan maka temenggung Grisek pun peranglah dengan Kiyahi Panji. Maka tersebut perkataan dewa Kaliran serta dengan orang Bali seribu itu datang dari laut maka lalu ia naik ke darat Grisek perang dengan temenggung Grisek. Kemudian maka temenggung Grisek pun larilah ke perahu dengan anak cucunya lalu ia berlayar ke Surabaya kepada kompeni kemudian maka Grisek pun di tinggalkan oranglah. Adapun yang menjadi raja dalam tanah Grisek itu Dewa Kaliran namanya serta rakyatnya seribu daripada Bali Badung demikianlah halnya.

Kemudian maka tersebutlah perkataan kemandur Hubas dan temenggung Cekara Jaya serta dengan segala kompeni dan raja2 Jawa sekeliannya. Setelah ia sampai ke Surabaya lalu ia masuk kota lalu memasang Meriam daripada pukul lima suri datang kepada waktu Asar maka baharu ia berhenti. Kemudian maka peranglah kompeni dengan Kiyahi Aria dan Jangaran sampai empat bulan tiada beralahan kemudian maka banyaklah Walanda dan Bugis Mangkasar dan Bali yang mati sakit tiada terkira2kan lagi. Kemudian maka makanan kepada ketika itupun terlalu amat mahal tiada ada yang berjual maka banyaklah orang yang mati lapar.

Kemudian maka sampailah delapan bulan lamanya kompeni itu perang dengan Kiyahi Aria dan Jangaran. Maka sampailah kepada sepuluh hari bulan Robayaa’ Al Awal dan kepada hari Jumaat maka kompeni pun keluarlah dari dalam bentengnya maka lalu ia melanggar kepda banteng Kiyahi Aria kepada waktu pagi2 hari. Maka antara sejam lamanya ia melanggar itu maka Kiyahi Aria dan Jangaran pun menyuruh memasang segala Meriam dan senapang di dalam banteng itu. Maka terlalulah amat banyak matinya daripada banyak sangat bedil di dalam benteng Kiyahi Aria itu maka sampailah sejam setengah lamanya perang itu maka kompeni pun undurlah masuk ke dalam bentengnya sendiri.

Maka daripada mayat Bugis dan Mangkasar dan Walanda itupun habislah di ambilnya oleh temannya sendiri lalu di tanamnya dan yang setengah itu habislah di hanyutkannya oleh orang Surabaya kemudian maka sampai ke hilir maka baharu di ambilnya oleh temannya sendiri lalu di tanamnya. Adapun akan kapitan Walanda yang mati kepada ketika itu pertama2 kapitan Penderlila namanya dan kedua kapitan Rebung namanya keduanya itu mati terbunuh oleh orang Surabaya. Ke mudian maka di belahnya mulutnya di keratnya kemaluannya kemudian maka baharu di hanyutkannya ke sungai kemudian maka baharu di ambilnya oleh temannya maka baharu di tanamnya.

Adapun akan orang Bali Betawi itu kapitan bernama kapitan Bebendam namanya iapun mati di dalam banteng Kiyahi Aria dan Jangaran kemudian maka lalu di suruh tanamkan oleh Kiyahi Aria dan Jangaran akan kapitan Bebendam itu di jalan ke Kaliayar itu. Setelah segala kompeni yang mati2 itu sudah tertanam maka segala kompeni pun diam di dalam bentengnya kepada dua puluh lima haribulan Dza Al Qoidah dan kepada hari Jumaat dan kepada waktu pagi2 hari maka kompeni pun melanggarkan kepada banteng Kiyahi Aria dan Jangaran. Maka seketika perang maka Kiyahi Jangaran pun kena bedil lambungnya maka lalu ia mati.

Adapun Kiyahi Aria itupun larilah dengan segala rakyatnya lalu ia pergi ke negeri Wirasab namanya di sanalah ia sakit lalu mati. Maka di tanamkanlah ia di anak negeri Wirasab nama negerinya itu Terulan kemudian maka segala anak cucunya Kiyahi Aria dan Jangaran itupun setengah turun ke Surabaya dan yang setengah lalu naik ke gunung Malang bersama2 dengan raden Seraput anak kepada Surapat yang dahulu. Kemudian maka saudaranya Kiyahi Aria yang muda bernama Kiyahi Panji dan Angga Jaya ipar sepupu kepada Kiyahi Aria adalah bersama dengan Emas Lembur di atas gunung Malang itu. Adapun akan Emas Lembur itu anak kepada raden Surapat yang dahulu ialah yang mati tatkala perang Bangal.

Adapun akan kompeni itu setelah alah lawan2 Surabaya dan Kiyahi Aria itu sudah lari maka kompeni pun berjalanlah ke Wirasab dengan sekelian rakyatnya. Maka berapa lamanya demikian itu maka saudaranya Kiyahi Aria yang muda yang bernama Demang Kerta Yuda itu pun mati kena racun dan antara sebulan lamanya maka Kiyahi Aria pun mati sakit. Adapun akan sakitnya Kiyahi Aria itu sakit Baratiarab namanya maka di tanamkan ia di desa Terulan namanya. Adapun akan saudaranya sunan Kerta Sura yang bernama pengiran Purbaya itu lari ia ke gunung Malang bersama2 dengan Emas Lembu dan Emas Lembur dan Emas Ibrahim.

Al kisah maka tersebutlah perkataan Peter Rembang maka bergelar ia Kumisa Rias maka ia datang dari Semarang serta dengan membawa kompeni Walanda dan Bugis dan Bali ke darat. Kemudian maka ia menyuruh ke gunung Malang memujuk pengiran Purbaya serta dengan raden Surapat. Kemudian maka pengiran Purbaya dan raden Surapat pun lembutlah hatinya mendengarkan kata Kumisa Rias kepada pengiran Purbaya dan kepada raden Surapat. Adapun akan cakap Kumisa Rias kepada pengiran Purbaya itu di beri akan dia negeri Surabaya. Adapun akan Surapat itu di beri akan dia negeri Pesuruhan demikianlah halnya serta dengan bersumpah sumpahan kemudian maka pengiran Purbaya dan raden Surapat dan Kiyahi Panji pun turunlah ke Pesuruhan.

Setelah sampai ke Pesuruhan maka lalu ia masuk bertemu dengan Kumisa Rias kemudia maka di beri tempat oleh Kumisa Rias dengan sepertinya. Setelah sudah maka Kumisa Rias pun berbicara akan membawa pengiran Purbaya dan raden Surapat ke Surabaya. Setelah sudah mustaib maka Kumisa Rias pun berlayarlah ke Surabaya. Setelah sudah mustain maka Kumisa Rias pun berlayarlah ke Surabaya serta engan membawa pengiran Purbaya dan raden Surapat dan Kiyahi Panji dan Kiyahi Angga Jaya dan Rangga Lawaya. Adapun akan Emas Ibrahim saudara raden Surapat yang tinggal kemudian berapa hari lamanya Kumisa Rias di jalan itu maka sampailah ia ke Surabaya kemudian enam hari lamanya ia di Surabaya maka lalulah berlayar ke Semarang.

Setelah sampailah ia ke Semarang maka pengiran Purbaya pun di suruhnya bawa ke Betawi serta dengan raden Surapat an Kiyahi Panji dan Kiyahi Angga Jaya dan Kiyahi Rangga Lawaya dan seorang anaknya Kiyahi Jangaran. Setelah sampailah sekellian mereka itu ke Betawi maka Kiyahi Panji dan Kiyahi Angga Jaya dan Rangga Lawaya semuanya di suruh buang oleh kompeni ke pulau yang bernama Silung di sanalah sekeliannya ia diam. Adapun akan pengiran Purbaya itu tinggal di Betawi kemudian maka antara tujuh bulan lamanya pengiran Purbaya dan raden Surapat itu pergi ke Betawi.

Kemudian maka kompeni pun menyuruh menangkap Emas Ibrahim kepada letanan yang bernama letanan Manut kemudian. Maka berapa akal dan tipu dan muslihat letanan Manut akan menangkap Emas Ibrahim itu tiadalah tertangkap dan di panggilnya ke loji itupun tiada ia mahu datang kemudian maka letanan Manut pun mengimpunkan segala rakyat kompeni. Setelah waktu tengah malam maka letanan Manut pun berjalanlah dengan segala rakyat kompeni. Setelah sampailah ia kepada tempat Emas Ibrahim itu maka lalu di suruhnya tembaki kemudian maka Emas Ibrahim dengan segala tempatnya pun terkejutlah daripada tidurnya maka sekeliannya pun berhimpunlah kepada tempat Emas Ibrahim.

Setelah sudah berhimpun maka iapun berhimpunlah berbicaralah setelah sudah ia berbicara kemudian maka iapun keluarlah mengamuk kepada segala rakyat kompeni. Kemudian maka sekelian rakyat kompeni pun banyaklah matinya dan lain yang luka. Setelah seketika ia perang maka letanan Manut pun larilah dengan segala rakyat mendapatkan loji kompeni ke Gambang. Setelah sampai ia ke Gambang maka lalulah ia masuk ke dalam loji kemudian berapa antaranya maka letanan Manut pun berkirim surat kepada Kumisa Rias di Semarang daripada menyatakan hal yang demikian itu. Setelah Kumisa Rias mendengar bunyi surat demikian itu maka Kumisa Rias pun mengimpunkan segala rakyat kompeni dan segala rakyat sunan.

Adapun yang jadi penghulu kepada sekelian rakyat sunan itu temenggung Grisek dan pengiran Madura dan temenggaung Sidayu dan Kiyahi Ngabahi Surabaya. Setelah sudah berhimpun segala rakyat kompeni dan sunan maka Kumisa Rias pun berlayarlah ia ke Pesuruhan setelah sampailah ia ke Pesuruhan maka lalu ia masuk loji kompeni serta ia menyuruh berhadir. Kemudian maka antara enam hari lamanya daripada waktu pagi2 hari maka segala rakyat kompeni dan rakyat sunan pun berhimpunlah. Setelah sudah berhimpun maka lalu ia berjalan kepada tempat Emas Ibrahim.

Setelah ia sampai ke sana maka lalu ia berperang daripada waktu pagi2 hari maka tengah hari kemudian maka Emas Ibrahim dan dengan segala kaumnya pun larilah ke gunung Malang. Setelah kompeni melihat Emas Ibrahim dengan segala kaumnya itu sudah lari maka iapun undurlah ke loji. Maka berapa hari lamanya ia diam di dalam loji itu maka Kumisa Rias serta dengan segala anak raja2 Jawa sekeliannya pun kembalilah ke Surabaya. Dua hari lamanya ia diam di Surabaya maka Kumisa Rias pun berlayarlah ke Semarang. Adapun akan Emas Ibrahim itu setelah sudah ia sampai ke gunung Malang maka lalu ia diam di sana serta dengan segala kaumnya serratus lima puluh orang itu.

Al kisah maka tersebutlah perkataan pengiran Purbaya yang diam di Betawi itu serta dengan anak biniya maka sampailah dua tahun lamanya ia diam di Betawi maka pengiran Purbaya pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’alaya maka di suruh bawa oleh kompeni akan mayat pengiran Purbaya itu ke Karta Sura kemudian maka di tanamkan oleh sunan akan mayat pengiran Purbaya itu di Karta Sura demikianlah halnya sampai sekarang ini adanya. Tamat Tama.

Sumber : مهدي اسلام
Sumber: Hikayat Tanah Jawa
Manuskrip British Library

No comments:

Post a Comment