Suatu ketika seorang sufi Abu Bashir sedang berdiri dekat Ka’bah seraya menjuruskan pandangannya kepada orang ramai yang sedang bertawaf, dia terpegun kerana begitu banyaknya orang yang mengerjakan tawaf sehingga kedengaran suara gemuruh takbir, tahmid, tasbih serta do’a, lalu terlintas dalam benaknya tentulah mereka itu mendapat keampunan di sisi Allah s.w.t.
Sejurus kemudian datanglah Imam Ja’far Shaddiq seorang sufi besar dan terkenal keturunan Rasulullah s.a.w dan dia mengetahui apa yang terlintasdi dalam benak anak muridnya itu lantas berkata kepada Abu Bashir;
"Pejamkanlah matamu wahai Abu Bashir...!"
Dengan rasa kebingungan yang mendalam akhirnya Abu Bashir menuruti dan patuh ke atas apa yang diperintahkan oleh gurunya itu.
Kemudian Imam Ja’far Shaddiq mengusap wajah Abu Bashir dan berkata;
Sekarang bukalah matamu wahai Abu Bashir dan lihat kembali kepada orang ramai yang sedang bertawaf itu...
Setelah Abu Bashir membuka matanya, alangkah terperanjat dia tiada terkira karena sekarang apa yang dilihatnya (setelah terbuka hijab hati) hanyalah sekumpulan orang-orang yang berkepala binatang sedang melakukan tawaf, di antara mereka ada yang menyalak, mengaum, mengembik dan mengerang.
Sambil diliputi rasa hairan, kebingungan dan gerun ketakutan dia kemudian bertanya kepada gurunya;
Apa yang sebenarnya yang terjadi ini wahai guruku...?
Maka Imam Ja’far Shaddiq menjelaskan;
"Pada kali pertama yang engkau lihat itu adalah sifat wujud jasad atau luaran mereka sahaja yang sedang bertawaf, dan pada kali kedua yang engkau lihat adalah sifat batin/rohaniah atau darjat hati mereka".
Lalu Abu Bashir bertanya lagi;
Kenapa boleh terjadi hal yang demikian wahai guru? Pada hal mereka sedang berhaji, dan kelihatan mereka itu sedang bertakbir, bertahmid dan bertasbih mengagungkan Allah s.w.t.".
Dan dijawab oleh Imam Ja’far Shaddiq;
"Apa yang mereka ucapkan dengan lisan mereka tidak selaras dengan apa yang dihayati dalam hati mereka (ikhlas). Apa yang mereka usahakan tidak pernah ditujukan kepada Allah s.w.t. dengan ikhlas, tetapi keduniaan yang mereka tuju. Hati mereka sentiasa lalai dari mengingati Allah sw.t kerana terhijab dengan sifat-sifat keji lantas kehidupan duniawi sentiasa diperhitungkan, ilmu syariat dan ilmu akidah yang dilonggokkan pada akal pula tidak dapat dipergunakan semasa mengerjakan amal ibadat dan hati mereka tenggelam dalam lautan lalai (kesesan). Sesungguhnya Allah s.w.t Maha Mengetahui apa yang terlintas di dalam diri ummahNya samada zahir maupun batin.
Oleh sebab itu luruskan akidahmu karena Allah dan Rasul-Nya dan pasrah berserah dirimu untuk diaturkan oleh Allah sw.t dengan segala ketentuan-Nya dengan niat yang suci. Oleh itu, kesempurnaan hati/akidah itu menjadi penentu awal serta akhir dari segala perjalanan amal ibadah seseorang hamba.
Jelas kepada kita bahawa sesuatu amal ibadah yang baik diperlihatkan pada zahir itu belum tentu mendapat keredaanNya, jangan kita takjub dengan sifat zahir sesuatu, tetapi telitilah sesuatu itu dengan pandangan basirah.
YA ALLAH, LINDUNGI KAMI SEMUA DARI SIFAT LALAI DARI MENGINGATI MU DAN BERSIHLAH HATI KAMI DARI SIFAT-SIFAT MAZMUMAH YANG TERLALU MEMIKIRKN URUSAN DUNIAWI....
No comments:
Post a Comment