Pages

Thursday, 9 June 2016

RAMADHAN BULAN TAZKIYATUN NAFS

BILA bulan Rejab membersihkan diri dalam bentuk lahiriah, dan pada bulan Sya'ban  membersihkan batiniah, maka bulan suci Ramadhan sebagaimana sedang kita laksanakan ini, adalah kesempatan membersihkan keduanya lahiriah dan batiniah atau sering disebut dengan tazkiyatun nafs.

Tazkiyatun nafs terdiri dari dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian atau pembersihan. Kerana itu kata zakat, satu akar dengan kata at-tazkiyah, disebut zakat kerana ia kita tunaikan untuk membersihkan atau menyucikan harta dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs bererti penyucian jiwa atau nafsu kita, dari berbagai noda dan kotoran.

Dari tinjauan bahasa di atas, boleh kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal: Pertama, menyucikan jiwa kita dari sifat-sifat (akhlak) yang buruk atau tercela (disebut pula takhalliy’), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya; Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlak) yang baik atau terpuji (disebut pula tahalliy), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.

Penyucian jiwa
Membangun dan menyucikan jiwa merupakan sebuah perkara yang diterima dan terpuji dalam pandangan syariat. Akan tetapi harus dikatakan bahwa titik mula pembangunan jiwa dan penyucian jiwa berbeza bagi setiap orang. Untuk nonmuslim tingkatan pertama adalah memeluk Islam. Para ulama Tasawuf dalam mengklasifikasi tingkatan ini, mengatakan bahwa titik-mula adalah Islam, kemudian iman dan pada tingkatan berikutnya adalah hijrah, dan setelah itu berjihad di jalan Allah.

Akan tetapi, terkait orang-orang yang telah memeluk Islam, beriman dan menjadi objek ayat-ayat Alquran seperti pada ayat, Al-Nisa :136 bahwa tingkatan-tingkatan perdana penyucian jiwa bagi mereka adalah tanabbuh dan keterjagaan. Ia sepenuhnya sedar bahwa ia harus memulai dan membersihkan dirinya dari segala noda dan kotoran. Setelah tingkatan tanabbuh dan kesedaran ini, maka beranjak pada tingkatan taubat; ertinya menebus segala sesuatu yang telah berlalu.
Menebus dan memenuhi hak-hak orang yang telah dilanggar. Serta menebus dan memenuhi hak-hak Tuhan yang belum tertunaikan atau yang ditinggalkan. Akan tetapi tingkatan taubat ini disertai dengan tekad. Bertaubat dari apa yang telah kita lakukan dan bertekad untuk mencapai apa yang ingin kita capai. Atas dasar ini, sebahagian ulama menetapkan tingkatan taubat sebagai stesyen kedua dan sebahagian lainnya memandang tekad (‘azam) sebagai tingkatan berikutnya setelah tingkatan tanabbuh(sedar dengan keinsafan).

Terkait dengan ‘azam adalah, bertekad untuk menjauhi maksiat dan mengerjakan segala kewajiban serta menebus segala yang telah ditinggalkan (segala yang telah lewat) dan bertekad untuk menjadikan segala yang lahir dan bentuknya sejalan dengan manusia berakal dan seiring dengan syariat Islam.
Tingkatan selanjutnya adalah menjauhi maksiat dan mengerjakan segala kewajiban sepanjang hidup. Karena itu dalam tingkatan ini seluruh kewajipan Ilahi harus ditunaikan berdasarkan ilmu yang kita miliki.
Meninggalkan segala yang haram juga berdasarkan kadar pengetahuan yang kita miliki tentang hal-hal yang haram. Masalah ini akan menjadi penyebab Allah menganugerahkan berbagai macam pengetahuan kepada kita. Sehingga dengan perantara jalan ini, kita dapat meraih kemajuan dalam mengayunkan langkah di jalan Ilahi.

Di samping itu, harus diketahui bahwa manusia selama hidupnya, selama hayat di kandung badan ia sentiasa bergerak dan tidak pernah diam; apakah ia bergerak menyongsong cahaya (petunjuk) atau ia berjalan menuju kegelapan (kesesatan). Dan yang utama dalam gerakan ini adalah gerakan menuju cahaya Ilahi.

Pentingnya tazkiyatun nafs

Setidaknya ada tiga alasan mengapa tazkiyatun nafs itu penting; Pertama, kaeraa tazkiyatun nafs merupakan satu di antara tugas Rasulullah saw diutus kepada umatnya: “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka al-Kitab dan al-Hikmah.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)

Dari ayat tersebut di atas, kita bisa mengetahui bahwa tugas Rasulullah saw ada tiga: Pertama, tilawatul ayat: membacakan ayat-ayat Allah (Al-Qur’an). Kedua, tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa. Dan, ketiga, ta’limul kitab wal hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.

Jelaslah bahwa satu di antara tiga tugas Rasulullah saw adalah tazkiyatun nafs (menyucikan jiwa). Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan akhlaq, yang dalam hal ini Rasulullah saw bersabda tentang misi beliau diutus: “Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq (Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia).”

Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena tazkiyatun nafs merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Dan ini ditegaskan oleh Allah Swt setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut di satu tempat sebagaimana firmannNya: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 1-10)

Kemudian alasan ketiga pentingnya tazkiyatun nafs adalah kerana perumpamaan tazkiyatun nafs seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang jernih, airnya akan berubah menjadi kotor. Jadi, meskipun diisi dengan minuman yang lazat, tidak akan ada yang mahu minum kerana kotor. Tetapi, jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang jernih akan tetap jernih dan bahkan boleh diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik seperti teh, sirup, jus, dan sebagainya.

Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak bersedia menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap diisi dengan minuman yang baik dan lazat. Semoga dengan menunaikan semua ibadah di bulan suci Ramadhan ini, akan menambah nikmat hidup kita, di mana seolah-olah keberkahannya terus terasa sekalipun ia sudah berlalu nanti. Amin.

Dr.Abd Gani Isa Darussalam

No comments:

Post a Comment