Habib Abdullah bin ‘Alwi Al-Haddad berkata: Ketahuilah, bahawa wirid mempunyai pengaruh yang amat kuat untuk menerangi qalbu dan mengendalikan anggota tubuh. Akan tetapi, ia tidak akan efektif kecuali setelah diamalkan secara berulang-ulang dan terus menerus di waktu-waktu tertentu. Jika engkau tidak termasuk orang-orang yang melewatkan seluruh siang dan malam dalam tugas-tugas kebaikan dan amal-amal khair, maka paling sedikit engkau harus mengamalkan beberapa wirid secara teratur pada waktu-waktu tertentu, jika pada suatu saat, dan kerana suatu alasan, engkau tidak mengerjakannya, maka hendaknya engkau segera mengganti (mengqadha’) wirid tersebut di waktu lain, agar nafsumu terbiasa dengan berbagai wirid tersebut.
Dalam setiap keadaan, manusia pasti memerlukan taubat. Tidak ada seorang pun yang terlepas dari keperluan untuk bertaubat, meskipun dia seorang yang Nabi yang maksum (terlindung dari perbuatan dosa), apalagi selainnya. Kerana itulah para malaikat, para nabi dan rasul, serta kaum siddiqin yang terjaga dari perbuatan dosa, mereka senantiasa memohon ampun (istighfar) dan bertaubat kepada Allah. Jika demikian adanya, maka orang-orang yang suka mencampuradukkan kebaikan dan keburukan, yang suka bermaksiat dengan melakukan berbagai perbuatan dosa seperti kita ini, sepatutnya lebih memerlukan dan lebih wajib untuk bertaubat. Oleh kerana itu, jika memperoleh kemudahan, kita harus segera menyusul manusia-manusia terbaik tersebut. Dan hal ini dapat dilaksanakan jika kita senantiasa meneliti niat, perbuatan mahupun ucapan kita. Jika kita mampu memperbaiki dan meluruskan ketiga hal tersebut, maka kita akan memperoleh waridat yang indah.
Waridat yang kita peroleh adalah sesuai dengan amal yang kita kerjakan. Kerana itulah, mereka yang memiliki waridat tersebut menyatakan bahwa waridat yang tiba ke dalam hati adalah sesuai dengan macam wirid yang kita amalkan. Jika kita melakukan hal-hal yang baik, maka kita juga akan memperoleh hal yang baik. Wirid merupakan tubuh waridat. Sebagaimana roh tidak akan masuk ke dalam jasad janin yang berada di perut ibu, kecuali setelah sempurnanya jasad tersebut, maka waridat juga tidak akan tiba di hati seorang hamba sebelum tubuhnya dihias dengan berbagai wirid. Oleh kerana itu, mereka yang mengabaikan dan meremehkan wirid, mereka adalah golongan yang sangat bodoh, lalai dan sangat lemah pemahamannya.
Golongan yang berjalan menuju Allah memiliki perhatian, semangat dan ketekunan dalam membaca berbagai wirid. Mereka menikmati wirid-wirid tersebut. Inilah tanda kesungguhan mereka di dalam berjalan menuju Allah dan kemampuan pemahaman mereka yang besar. Barang siapa memahami kedudukan wirid, maka dia akan menaruh perhatian yang besar terhadap berbagai macam wirid dan zikir. Sehingga perjalanannya menuju Allah berlangsung dengan baik dan dia akan senantiasa memperoleh limpahan kurniaNya.
Adapun seseorang yang berada di dalam kebodohan, sedikit pun dia tidak akan menaruh perhatian terhadap berbagai macam wirid tersebut. Dan seandainya dia membaca salah satu wirid itu, maka ringan baginya untuk meninggalkannya. Jika salah satu wirid yang dia baca dengan lewat kerana satu sebab, maka dia tidak akan pernah merasa kehilangan mahupun merindukannya. Ini merupakan tanda kebodohannya. Seseorang yang demikian keadaannya, sebenarnya ia tidak berjalan menuju Allah Ta’ala.
Oleh kerana itu, kamu semua pasti akan melihat keutamaan dan manfaat nyata yang akan diperoleh mereka yang suka membaca wirid, di dunia ini sebelum di akhirat nanti. Kamu akan melihat perbezaan yang sangat besar antara golongan yang mengisi hari-hari mereka di tempat seperti ini dengan membaca, memuliakan dan mengagungkan wirid — ikut membaca wirid sebelum dan setelah subuh, sebelum dan setelah shalat zohor, zikir sebelum solat asar, doa ketika berjabat tangan selepas solat asar dan wirid selepas asar dengan hati yang khusyuk — dengan golongan yang mengabaikan berbagai macam wirid tersebut. Di antara mereka pasti tampak perbezaan yang sangat besar yang akan tampak dalam perjalanan kehidupan mereka di dunia maupun di Akhirat. Kedua kelompok manusia ini tidak dapat disamakan.
Orang yang memiliki ikatan hati dengan kaum solihin tidak mungkin dapat disamakan dengan orang yang tidak memiliki ikatan hati dengan mereka.
Yang menyandang akhlak mulia tidak mungkin dapat disamakan dengan mereka yang tidak menyandangnya. Orang yang beramal tidak mungkin dapat disamakan dengan orang yang tidak beramal. Bagaimana mungkin keduanya dapat disamakan. Allah Ta’ala mewahyukan:
ام حسب الذين اجترحوا السيئات ان نجعلهم كالذين ءامنوا وعملواالصلحت سواء محياهم ومماتهم ساء ما يحكمون
“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (Al-Jatsiah, 45:21)
Dapatkah disamakan seseorang yang ketika turun hujan rahmat hatinya khusyuk (ingat kepada Allah) dengan seseorang yang lalai? Apakah keduanya dapat disamakan? Yang satu hatinya selalu berhubungan dengan Allah sedangkan yang lain hatinya putus hubungan denganNya. Yang satu menghadapkan diri kepada Allah sedangkan yang lain berpaling dariNya. Keduanya tidak mungkin dapat disamakan. Sudah menjadi ketentuan Allah di alam semesta, kedua jenis manusia ini tidak mungkin dapat disamakan. Tidaklah sama kegelapan dengan cahaya, orang yang normal penglihatannya dengan tuna netra, dan yang hidup dengan yang mati, meskipun semuanya adalah makhluk Allah. Kerana itu, jika kamu perhatikan, golongan yang bertaubat senantiasa menekuni berbagai wirid dan zikir. Mereka akan banyak beristighfar memohon ampun kepada Allah. Rasulullah salallahu alaihi wasallam bersabda:
طوبى لمن وجد في صحيفته استغفارا كثيرا
. (HR Ibnu Majah)
‘Sungguh beruntung seseorang yang mendapati istighfar yang banyak dalam buku catatan amalnya
Setelah Rasulullah salallahu alaihi wasallam menyatakan mereka sebagai seorang yang sangat beruntung, maka mereka akan merasakan kenikmatan yang luar biasa.
[al Allamah al Habib Umar Bin Muhammad Ben Hafidz hafizahullah]